Berdebar Menunggu Kejutan Politik

Berdebar Menunggu Kejutan Politik
Berdebar Menunggu Kejutan Politik

Kendatipun masih hipotesa, degradasi kualitas itu terjadi diduga kuat karena sistem rekrutmen para calon angota legislatif di tubuh parpol kurang atau tidak selektif. Keharusan adanya 30 persen calon perempuan membuktikan kaderisasi perempuan di tubuh parpol masih lemah. Jika kader perempuan sudah setara dengan lelaki, keharusan itu tak perlu ada.

Tak heran jika ada calon perempuan yang selama ini belum dikenal oleh publik. Bahkan, jika pun sudah dikenal, tetapi belum mempunyai pengalaman politik yang memadai untuk tampil sebagai calon. Pengalaman di bidang lain mungkin sudah ada. Sebutlah, misalnya para artis yang oke di bidangnya. Tetapi bidang politik masih merupakan pentas baru yang butuh jam terbang dan berbagai adaptasi.

Para calon di parpol baru juga semakin menggelisahkan. Walaupun mungkin ada yang sudah berpengalaman di partai lain, dan lalu bergabung dengan partai baru, setidaknya ia belum lolos seleksi di partai asalnya. Meski kadang ia tak lolos karena ada sesuatu yang salah di partai lama, walau persentasenya mungkin kecil saja. Nah, calon baru di parpol baru tentu saja kian nihil pengalaman pula.

Tapi kaderisasi di partai papan atas pun patut dicurigai. Apakah benar mereka sudah punya jenjang pendidikan pengkaderan dari tingkat basis, menengah, advance, senior, dan lengkap dengan korps instruktur, master of training, serta kurikulum dan syllabus yang konseptual? Jika sudah ada dan berjalan, barangkali, rekrutmen calon anggota parlemennya tak lagi memunculkan adanya istilah “mendadak caleg” yang fenomenal itu.

JIKA diamat-amati, beberapa partai politik (parpol) “besar” atau yang “merasa” besar sangat bersemangat keluar sebagai pemenang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News