Berkaca di Kasus Gagal Ginjal Akut, Perlu Percepatan RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Berkaca di Kasus Gagal Ginjal Akut, Perlu Percepatan RUU Pengawasan Obat dan Makanan
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Profesor Hikmahanto Juwana. Foto: dok Unjani

Normalnya, gagal ginjal akut adalah komplikasi atau kejadian selanjutnya.

Namun demikian pada 2022 berbagai kasus muncul dengan penyebab yang tidak biasa dengan tingkat kesulitan dan bahkan kematian yang melonjak jumlah kasusnya di Agustus 2022.

Penyebab kasus ini menjadi tidak biasa adalah para pasien didominasi anak usia balita, utamanya di bawah 3 tahun, dari yang normalnya dialami anak usia remaja.

"Selain itu, kasus ini terjadi pada anak yang sebelumnya sehat, tanpa penyakit penyerta atau komorbiditas, bahkan tidak didahului oleh riwayat sakit dan datang ke rumah sakit dengan kondisi anuria atau tidak bisa berkemih," ujarnya.

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) cabang kota Cimahi, Dzul Akmal menekankan pentingnya investigasi dan evaluasi lebih lanjut termasuk dalam hal peredaran, perdagangan, kualitas tenaga kesehatan dan pengetahuan masyarakat, termasuk penyebaran informasi.

"Karena minimnya kewenangan, maka kemandirian BPOM dibutuhkan dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan perlu didorong untuk menjadi landasan dalam rangka perlindungan masyarakat yang bersifat menyeluruh," kata dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan (FITKes) Unjani itu.

Staf Ahli bidang Pembangunan Berkelanjutan di Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Kemenko-PMK), Agus Suprapto menyikapi kejadian GGAPA.

Menurutnya, harus ada perlindungan bagi para korban dan ini adalah pemicu agar RUU Badan Pengawas Obat dan Makanan terus dibahas secara bersama-sama namun tidak bertele-tele.

Perlu dilakukan investigasi akurat untuk Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News