Berkat Alat Pendeteksi Longsor yang Selamatkan Banyak Nyawa
Jumat, 12 Juli 2013 – 06:47 WIB
Menurut Faisal, biasanya diperlukan waktu sebulan untuk mengaplikasikan alat di suatu wilayah. Sebab, tim harus mengobservasi lokasi lebih dulu selama seminggu. Selain itu, diperlukan waktu untuk memodifikasi ekstensometer sesuai dengan area yang rawan longsor.
Misalnya, yang diterapkan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, tim harus berkomunikasi dengan bahasa Madura untuk meyakinkan warga bahwa alat tersebut sangat vital untuk mengidentifikasi bencana sejak dini. Pendekatan itu sangat penting karena terkait dengan perhatian dalam menjaga dan merawat alat.
Lain halnya dengan masyarakat di Karanganyar, Jawa Tengah, yang telah memahami pentingnya alat tersebut. Karena itu, mereka rela patungan Rp 1.000 per bulan sebagai biaya perawatan alat. Hasil patungan tersebut dibelikan aki kering untuk mengganti aki lama yang mati dalam tiga tahun.
Berkat "kecanggihan" alat itu, berbagai institusi dari negara lain memberikan apresiasi positif. Pada 2009, misalnya, karya unggulan tersebut ditetapkan sebagai salah satu penelitian strategis oleh International Program on Landslides (IPL-UNESCO) sebagai model Best Practice in Education for Sustainable Development with Respect to Disaster Risk Reduction Program.
BERKAT alat pengintai longsor Gama EWS ciptaannya, Teuku Faisal Fathani PhD dinobatkan sebagai dosen berprestasi tingkat nasional 2013. Karya dosen
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor