Berkat Ilmu Tidur Empat Jam dari Basket

Berkat Ilmu Tidur Empat Jam dari Basket
TEMBUS NBA: Thomas Kurniady di tribun Staples Center pada 12 November lalu. F-NANANG PRIANTO/JAWA POS/JPNN.com

Sebagai pemain, Thomas Kurniady belum mampu menembus NBA. Namun, sebagai desainer, dia menjadi orang penting di LA Lakers, klub papan atas NBA. Di Staples Center, kandang Lakers, Thomas membeberkan liku-liku menjadi art director di tim juara NBA 16 kali itu kepada wartawan Jawa Pos NANANG PRIANTO.
 
UNTUK mendapatkan ID fotografer pertandingan Los Angeles (LA) Lakers, sulitnya minta ampun. Kontributor Jawa Pos Bobby Arifin yang sudah begitu sering liputan di Staples Center belakangan juga kesulitan untuk dapat akreditasi. Termasuk ketika meliput pertandingan Lakers melawan New Orleans Pelicans 12 November lalu.
 
Karena "mendampingi" Thomas Kurniady, Bobby bisa dapat spot untuk mengambil gambar. Termasuk aksi dunk dahsyat guard Lakers Xavier Henry melewati center Pelicans Jeff Withey. Foto itu dipasang sebagai foto utama di halaman Total Sport Jawa Pos edisi 14 November.

TK, panggilan Thomas Kurniady, bisa pilih-pilih posisi terbaik untuk mengambil gambar di Staples Center. Sebab, dia "orang dalam" di salah satu klub paling sukses di NBA itu. Dalam pertandingan tersebut, dia mengambil posisi berhadapan dengan bench pemain di tribun yang sengaja dikosongkan dari penonton. Bobby yang sudah lama kenal dengan Thomas mengambil posisi tepat di samping kirinya.
 
Disebut "orang dalam" karena Thomas adalah art director di LA Lakers. TK sebenarnya bekerja pada Time Warner Cable (TWC), perusahaan telekomunikasi dan media terbesar kedua di Amerika Serikat (AS). Karena satu grup dengan Lakers, TWC lantas diberi tanggung jawab untuk mengelola branding tim dengan warna kebesaran kuning-ungu itu. Nah, TK ditunjuk TWC untuk menjadi art director dalam proyek mereka di Lakers tersebut.
 
"Saya menjadi art director di Lakers sejak 2010. Saya membawahkan enam desainer grafis, seorang produser, dan tiga editor," kata Thomas dalam wawancara dengan Jawa Pos di lobi VIP Lounge Staples Center.
 
Thomas sangat menikmati pekerjaannya. Bukan semata-mata karena dia orang yang mudah beradaptasi. Lebih dari itu, basket adalah dunia yang membesarkannya. Pada 1994"1997 dia adalah pemain Panasia Bandung, klub besar di orbital tertinggi basket Indonesia ketika itu, pada era Kobatama. "Saya mengantarkan Panasia juara Kobatama dua kali, pada 1994 dan 1997," kenang Thomas.
 
TK adalah shooting guard terbaik di Indonesia pada medio 1990-an. Namun, itu tidak membuat hanya basket yang ada di kepalanya. Bagi dia, pendidikan adalah yang nomor satu. Karena itu, pendidikannya di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) dia selesaikan dengan sangat baik pada 1994, tahun ketika dia juga mulai terjun ke basket profesional.
 
Di tengah kesibukan membela Panasia, Thomas juga tetap berkarya sesuai dengan ilmu yang didapatkannya di ITB. Pada 1996 dia aktif dalam proyek album Kramotak milik rapper legendaris Indonesia Iwa-K. Thomas mendesain cover maupun materi promo album yang salah satu hitnya adalah Nombok Dong tersebut. Nombok Dong ketika itu dikenal sebagai "lagu kebangsaan" permainan basket. Hampir semua event basket selalu memainkan lagu mengentak tersebut.
 
Pada 1996 pula ada lowongan beasiswa dari  Savannah College of Art and Design (SCAD) di Georgia. Dengan bekal proyeknya yang sukses bersama Iwa-K di album Kramotak, Thomas ikut mendaftarkan diri. "Ternyata, saya adalah salah seorang yang mendapatkan beasiswa di SCAD. Saya menempuh jenjang S-2 di sana selama tiga tahun, mulai 1996 hingga 1999," papar Thomas.
 
Kuliah di kampus seni kenamaan itu membuka jalan bagi Thomas untuk berkiprah di Negeri Paman Sam. Selanjutnya, tidak sulit bagi dia mendapatkan pekerjaan di sana.
 
Pada 1999 sampai 2000 dia bekerja di perusahaan desain di Houston. Berikutnya, pada 2000"2010 dia bekerja di LA, di salah satu perusahaan desain produsen film Hollywood. Salah satu proyek yang dia tangani adalah pembuatan materi promo dan trailer film Minority Report karya Steven Spielberg. Film yang dirilis pada 2002 itu dibintangi Tom Cruise.
 
Dasar sudah jodoh, sejak 2010 Thomas kembali bergelut dengan basket. Bekerja untuk TWC, dia ditugaskan sebagai desainer di LA Lakers. Karena kinerjanya bagus, dia dipromosikan sebagai art director.
 
Tidak hanya bekerja untuk Lakers, sejak 2006 Thomas juga punya klien istimewa: Kobe Bryant. Salah seorang pemain terhebat dalam sejarah NBA itu meng-hire Thomas untuk summer camp yang setiap tahun diadakannya. "Jadinya, saya sering berkomunikasi langsung dengan Kobe," ucapnya.
 
Meski menduduki jabatan bergengsi, Thomas tidak mau disebut hebat. Menurut dia, semua pebasket atau semua orang Indonesia bisa sukses di Amerika seperti dirinya asalkan punya kemauan.
 
"Saat kuliah maupun bekerja, saya selalu menjalankan ilmu dasar di basket. Fokus dan latihan lebih keras agar lebih hebat," kata Thomas mengenai kunci suksesnya. "Bahkan, sekarang pun saya seperti itu. Pulang kerja, saya masih angkat beban di rumah. Mungkin dalam sehari saya hanya tidur empat sampai lima jam," papar pria berusia 36 tahun tersebut.
 
Selain pekerja keras, Thomas menyebut dirinya punya ketenangan yang bagus. Ketika ada tekanan dari atasan, dia bisa menghadapinya dengan baik. "Kemampuan menghadapi tekanan seperti itu bahkan jarang dimiliki teman-teman saya yang asli Amerika. Itu mungkin salah satu yang mengantarkan saya menjadi art director seperti saat ini," tandasnya.
 
Thomas saat ini sudah hidup mapan di AS. Punya rumah di LA dan sudah menikah dengan satu momongan. Meski jarang pulang ke tanah air, dia tetap rajin memantau perkembangan basket Indonesia.
 
Thomas mengaku senang dengan perkembangan National Basketball League (NBL) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir setelah dikelola PT DBL Indonesia. "Celebration dan penghargaan yang lebih ke pemain adalah sesuatu yang ada di NBL saat ini dan tidak ada di liga basket sebelumnya di Indonesia. Hebat! Kalau terus dikelola seperti saat ini, saya yakin NBL lebih cepat majunya," tegas Thomas.
 
Untuk para pemain basket di Indonesia, Thomas berpesan agar semuanya memikirkan kehidupan setelah menjadi atlet. Mereka harus mempersiapkan diri agar pasca menjadi atlet yang durasinya pendek, sekitar sepuluh tahun, tetap bisa berkarya. "Jalannya pasti berbeda-beda. Yang jelas, semua pasti mendapatkan jalan asalkan mau," pesan Thomas.
 
Ibarat pemain yang butuh power saat nombok alias nge-dunk, pebasket yang meninggalkan dunia atlet juga harus punya bekal untuk menjalani fase kehidupan berikutnya. Seperti lirik Nombok Bong: "Melompat melayang, sudah saatnya sekarang, hempaskan bola ke dalam keranjang, dong nombok dong nombok dong" (*/c9/ca)


Sebagai pemain, Thomas Kurniady belum mampu menembus NBA. Namun, sebagai desainer, dia menjadi orang penting di LA Lakers, klub papan atas NBA. Di


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News