Berkat Restorasi Gambut, Karhutla di Dumai dan Siak Berkurang Signifikan 

Berkat Restorasi Gambut, Karhutla di Dumai dan Siak Berkurang Signifikan 
Suasana Karhutla di Provinsi Riau. Foto: Puspen TNI

"Lahan gambut bekas kebakaran, setelah direstorasi juga perlu dikembalikan nilai ekonominya. Supaya program restorasi bisa berkelanjutan dan lahan bekas kebakaran tak lagi dibakar," kata Nazir.

Adapun di Siak, sebagai salah satu daerah yang memiliki lahan gambut terbesar di Sumatera, juga mengalami penurunan jumlah titik api cukup signifikan. Secara persentasi, titik api di Siak hanya sekitar enam persen. Ini merupakan salah satu angka titik api yang paling rendah di Provinsi Riau.

Kabupaten yang 57 persen daerahnya adalah lahan gambut ini, pengelolaannya diiringi dengan upaya menjaga ketinggian permukaan air dan memastikan lahannya tetap produktif. Apalagi, tanaman-tanaman seperti sagu, kayu mahang, dan aren jadi andalan masyarakat di sana.

"Kami memastikan lahan agar tetap produktif dan memiliki nilai ekonomi, sekaligus memberikan pemahaman pertanian perkebunan tanpa mengeringkan lahan gambut," tutur Nazir.

Karena itu menurut Nazir, diperlukan mengedepankan kesamaan visi antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, serta kementerian terkait dalam mengupayakan restorasi lahan gambut berkelanjutan. Termasuk pentingnya membentuk Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) oleh gubernur yang daerahnya masuk sebagai prioritas restorasi.

"Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya restorasi, ke depan memang sudah selayaknya ada satuan kerja BRG di daerah. Namun, saat ini TRGD sudah cukup sebagai perpanjangan tangan BRG dalam upaya menyamakan visi restorasi bersama," tandas Nazir.(chi/jpnn)

Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan tingkat kepercayaan 70 persen, pada puncak karhutla September lalu tercatat hanya ada satu titik panas di Dumai.


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News