Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati

Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati
SUNTIK MATI: Berlin Silalahi, tergolek lemas diatas tikar didampingi anak dan isteinya di ruangan dapur kantor Advokasi Rakyat Aceh (YARA), akibat menderita penyakit lumpuh sejak tahun 2013 lalu, Banda Aceh, Kamis (4/5). Foto: HENDRI/RAKYAT ACEH

Meski begitu, dia masih bisa diajak berkomunikasi. Memang sudah tidak lancar. ’’Saya sudah tidak tahan lagi. Sakit sekali,’’ tuturnya lirih sembari mulutnya menyeringai kesakitan.

Di dapur kantor lembaga swadaya masyarakat tersebut, Berlin harus berjuang melawan sakit yang tak terperi. Lemah tak berdaya.

Sampai akhirnya, dua hari lalu (3/5), rasa frustrasinya memuncak. Dia menyuruh istrinya menyerahkan surat permohonan eutanasia (suntik mati) dirinya ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.

’’Siapa mau mati? Tapi, gimana lagi? Saya sudah tak sanggup pikir lagi karena rumah tidak ada, kerja tak mampu lagi, tanggungan untuk keluarga semakin hari semakin besar,’’ ungkap Berlin.

Sambil menahan sakit, dia mengisahkan kepahitan hidupnya seusai tsunami menerjang Aceh, 26 Desember 2004.

’’Saya dan keluarga tidak ada lagi tempat tinggal. Semua jadi korban. Bertambah berat karena saya sakit. Dalam sebulan, dua kali harus berobat ke rumah sakit. Biaya untuk antar jemput (ke RS) tak ada. Apa pun tak sanggup lagi, makanya saya bersedia disuntik mati saja,’’ katanya.

Sebenarnya Berlin sangat mengharap kesembuhan. Bila sembuh, dia ingin kembali bekerja. Dia sudah sangat malu kepada para tetangga yang hampir setiap hari memberinya makan dan kebutuhan hidup untuk keluarganya.

’’Kondisi saya seperti ini. Apa yang bisa saya berikan untuk anak dan istri? Apa saya harus minta setiap hari kepada tetangga dan saudara untuk beli beras dan sayur?’’ ujarnya.

Penderitaan terus menguntitnya hingga usianya 52 tahun. Dia pun akhirnya menyerah. Dia ingin mati secara ’’legal’’ dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News