Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati

Berlin Merasa Sudah Tidak Tahan Lagi, Ingin Disuntik Mati
SUNTIK MATI: Berlin Silalahi, tergolek lemas diatas tikar didampingi anak dan isteinya di ruangan dapur kantor Advokasi Rakyat Aceh (YARA), akibat menderita penyakit lumpuh sejak tahun 2013 lalu, Banda Aceh, Kamis (4/5). Foto: HENDRI/RAKYAT ACEH

jpnn.com - Penderitaan terus menguntitnya hingga usianya 52 tahun. Dia pun akhirnya menyerah. Dia ingin mati secara ’’legal’’ dengan memohon eutanasia alias suntik mati.

HENDRIK, Banda Aceh

Berlin Silalahi tergolek lemah di lantai dapur kantor Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Alasnya kasur tipis. Di sekelilingnya ada tumpukan-tumpukan kertas dan perkakas dapur.

Dia mengenakan kaus cokelat dan celana jins saat ditemui Rakyat Aceh (Jawa Pos Group) kemarin (4/5). Matanya nanar. Pandangannya menerawang ke langit-langit. Ekspresinya kosong.

Entah apa yang tengah dia pikirkan. Hampir tak ada yang bisa dia lakukan untuk mengisi hari-harinya.

Berlin terpaksa dibawa ke kantor YARA setelah barak pengungsian korban tsunami di Gampong Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, dibongkar satpol PP beberapa waktu lalu.

Bersama sang istri, Ratnawati, dia tinggal di barak reyot itu untuk menjalani hari-hari kelabunya. Sudah dua kali mereka berpindah tempat tinggal, setelah barak Neuhen dibongkar, kemudian disusul barak Bakoy yang diratakan pemerintah.

Empat tahun sudah Berlin tidak bisa apa-apa. Tubuhnya kaku, lumpuh. Dia hanya bisa tergolek di tempat tidur seadanya di barak. Untuk makan sehari-hari, dia berharap dari pemberian para tetangga. Begitu pula untuk kebutuhan hidup lainnya.

Penderitaan terus menguntitnya hingga usianya 52 tahun. Dia pun akhirnya menyerah. Dia ingin mati secara ’’legal’’ dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News