Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Dinilai Kurang Tepat

Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Dinilai Kurang Tepat
Jasa Marga bakal berlakukan transaksi e-toll card di seluruh pintu tol. Foto dok JPG

jpnn.com, JAKARTA - Saat ini pemerintah masih dalam tahap edukasi mengenai Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

Karena itu, rencana pengenaan biaya isi ulang kartu uang elektronik dinilai kurang tepat. Pasalnya, biaya isi ulang itu bakal membebani masyarakat.

Jika isi ulang uang elektronik langsung dikenakan, masyarakat bisa jadi tidak akan tertarik untuk menggunakan uang elektronik.

Pada beberapa titik isi ulang, masyarakat memang sudah dikenakan biaya. Di halte Transjakarta misalnya, setiap isi ulang kartu uang elektronik dikenakan biaya Rp 2 ribu.

Selaku otoritas yang menangani sistem pembayaran, Bank Indonesia (BI) pernah menyebutkan kemungkinan biaya isi ulang uang elektronik antara Rp 1.500 sampai Rp 2 ribu.

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, perlu ada kajian yang lebih mendalam mengenai pengenaan biaya isi ulang ini. Sebab, meski murah, tidak semua orang mampu membayar biaya isi ulang tersebut.

"Buktinya, di stasiun commuter line masih banyak antrean orang menukarkan Tiket Harian Berjaminan (THB). Artinya banyak orang yang merasa beli kartu uang elektronik Rp 25 ribu itu mahal. Kalau mereka masih dibebankan biaya isi ulang, akan berat," katanya kemarin (15/9).

Menurutnya, masyarakat tidak seharusnya dibebankan biaya infrastruktur GNNT. Hal itu seharusnya ditanggung oleh perbankan yang memang memiliki belanja modal untuk menciptakan pasar bisnis uang elektronik.

Rencana pengenaan biaya isi ulang kartu uang elektronik dinilai kurang tepat. Pasalnya, biaya isi ulang itu bakal membebani masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News