BIN Jadi Koordinator Intelijen
Masuk Draf RUU agar Presiden Tak Kecolongan
Kamis, 28 Oktober 2010 – 07:36 WIB

BIN Jadi Koordinator Intelijen
Dia menambahkan, BIN juga bukan institusi intelijen yang menjadi bagian dari sistem penegakan hukum (non-judicial system). Bila diposisikan sebagai koordinator, BIN akan menghadapi kesulitan untuk mengoordinasi intelijen di sejumlah institusi penegak hukum. Misalnya, intelijen kejaksaan dan intelijen kepolisian.
Selain itu, lanjut dia, kalau memang ingin melakukan reformasi intelijen, BIN seharusnya berada di bawah salah satu departemen. Artinya, BIN juga kurang pantas untuk punya fungsi koordinasi. "Yang dibutuhkan pemerintah itu suatu lembaga koordinasi intelijen yang bersifat permanen seperti di Inggris, Amerika, dan Australia," tegas Al Araf.
Dia mengingatkan bahwa masih terdapat intelijen lain di Indonesia. Di antaranya, Badan Intelijen Strategis (Bais), intelijen militer yang melekat di komando teritorial, intelijen bea cukai, dan intelijen imigrasi.
Dia meyatakan bahwa RUU Intelijen bias kepentingan BIN. Ada upaya untuk memperkuat positioning dan kewenangan BIN. "Sekitar 70 persen pasal di dalamnya berbicara tentang BIN," tegasnya. (pri/c5)
JAKARTA - Lemahnya koordinasi antarbadan intelijen masih memprihatinkan. Hampir semua intitusi hukum dan keamanan memiliki unit tilik sandi itu.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Gema Waisak Pindapata Nasional 2025 Sukses Digelar, Menag Hingga Pramono Turut Hadir
- Resmikan Masjid Jakarta Garden City, Gubernur Pramono Berpesan Begini
- Kepala BKN Sebut 1.967 CPNS 2024 yang Mundur Aslinya Tidak Lulus
- BSMI Peringatkan Dunia Internasional, Jalur Gaza Masih Belum Aman
- Kemenag Dorong Transformasi Ekonomi Pesantren Melalui Inkubasi Wakaf Produktif
- Adinkes Dorong Pemanfaatan Dana Desa untuk Penuntasan Stunting