Bisa Eksis karena Mengelola dengan Hati

Bisa Eksis karena Mengelola dengan Hati
Foto : Adri/Indo Pos
"Saat itu kami mengundang sebuah media berbahasa Indonesia yang ada di AS. Tapi, pemilik media itu mengatakan tidak bisa ikut dalam unjuk rasa karena ada keperluan lain. Lalu kami mengirimkan naskah berita tentang unjuk rasa tersebut untuk diterbitkan di media itu, dan disangggupi untuk menerbitkannya," kenang Irawan. Namun, kekecewaan yang harus diterima. Saat berita itu terbit, Irawan mendapatkan judul yang menyakitkan. Yakni, "Tidak Kurang dari 500 China Unjuk Rasa di Depan Perwakilan?. "Ini akhirnya seperti membangunkan macan yang sedang tidur," katanya.

Dari kejadian itulah, pria berjambang tersebut lantas berinisiatif menerbitkan media sendiri. Dia mengurus perizinan, yang langsung turun tahun itu juga. Namun, penerbitan perdana baru bisa dilakukan pada Januari 1999. "Kami terbit dwimingguan, sampai sekarang," jelasnya. Irawan mengaku, seluruh penulis di majalahnya tidak ada yang memperoleh bayaran. "Semuanya menulis secara sukarela. Saya hanya memiliki 15 karyawan yang diberi honor," kata pria berkacamata ini.

Mengapa Irawan memilih tinggal di AS" Dia bercerita, pada 1987, dia dan istri mulai hidup mapan di Jakarta. Irawan berprofesi sebagai dokter gigi, demikian pula istrinya, drg Elly Swadipura.  Tiba-tiba sang istri mengajaknya tinggal di Los Angeles. Sebuah permintaan yang menurut Irawan sangat sulit dipenuhi. Sebab, selain hidupnya mulai mapan, saat itu Irawan baru dua tahun berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Kesehatan (Depkes) RI. Bukan hanya itu. Irawan juga sudah mendapat jalan rezeki yang lumayan lapang. Ketika itu dia menjadi pemasok obat-obatan dan sajadah di Hero, jaringan supermarket terbesar kala itu.

"Tapi, istri saya memberikan ultimatum. Mau tinggal di Jakarta atau di AS," kata pria kelahiran Kanton, Kwang Tung, Tiongkok, 27 Januari 1955 tersebut.

Irawan tak langsung mengiyakan keinginan sang istri. Dia mempersilakan Elly berangkat dulu ke Amerika. Baru, tiga bulan kemudian, Irawan menyusul. Maka, ditinggallah seluruh pekerjaan yang ada di Jakarta.

Kerusuhan Mei 1998 mendorong Ibrahim Irawan untuk menerbitkan majalah berbahasa Indonesia di Amerika Serikat. Majalah komunitas itu eksis hingga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News