Boikot

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Boikot
Habib Rizieq Shihab, November 2020. Foto: M Amjad/JPNN.com

Kaum buruh yang dipelopori oleh pekerja di galangan kapal di Gdanks kemudian melakukan perlawanan dengan melakukan pemogokan besar-besaran dipimpin oleh Lech Walesa.

Militer Polandia merespons dengan mengirim puluhan tank dan tentara bersenjata untuk membubarkan demonstrasi buruh yang makin meluas.

Lech Walesa terus memimpin serangkaian pemogokan di seluruh negeri. Akhirnya rezim komunis menyerah dan bersedia mengandakan pemilihan umum terbuka pada 1989.

Solidarisnoc yang ikut dalam pemilihan sebagai partai politik menang dengan suara besar, dan Lech Walesa menjadi presiden. Rezim komunis yang berkuasa puluhan tahun tumbang oleh gerakan buruh yang terorganisasi secara rapi.

Di Indonesia aksi buruh melalui demonstrasi sering dilakukan, meskipun hasilnya tidak optimal karena organisasi buruh masih terpecah-pecah. Gerakan pemogokan juga tidak menjadi senjata yang bisa diandalkan oleh gerakan buruh Indonesia karena kekuatan mereka yang banyak terfragmentasi.

Sejak era reformasi berbagai gerakan buruh Indonesia berhimpun dalam banyak partai politik, tetapi semua gagal bertahan. Oktober lalu Said Iqbal, salah seorang tokoh gerakan buruh, mendeklarasikan berdirinya Partai Buruh Indonesia dan mengeklaim mendapat dukungan dari banyak konfederasi buruh Indonesia.

Masih harus dibuktikan apakah Partai Buruh bikinan Iqbal bisa memperoleh kursi pada pemilu 2024, atau hanya sekadar numpang lewat sebagaimana partai buruh lain di masa lalu.

HRS sudah tidak mempunyai organisasi lagi untuk menggerakkan massa untuk melakukan demonstrasi. Gerakan demonstrasi menjadi senjata HRS yang efektif ketika berhadapan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada pilgub DKI 2017.

Habib Rizieq menyerukan boikot terhadap Irjen Fadil Imran dan Letjen Dudung Abdurrahman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News