Bubur Ibadah

Oleh: Dahlan Iskan

Bubur Ibadah
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Maka ketika bayi berumur enam bulan harus pisah dengan ASI, Dewi tidak mau anaknyi yang ketiga itu kekurangan gizi.

Baca Juga:

"Waktu punya bayi pertama dan kedua saya belum bekerja. Bisa menyusui penuh," kata Dewi.

Dia pun cari cara: apakah ada yang jual bubur bayi bergizi. Dewi cari di Google. Dapat. Jauh. Di Rungkut. Apa boleh buat.

Dari situlah Dewi punya ide bikin bubur bayi sendiri. Dia pun berlogika: bikin bubur untuk satu bayi dan untuk banyak bayi sama saja. Maka dia ajukan ide itu ke suami.

"Kenapa tidak bubur untuk orang dewasa saja?" jawab sang suami seperti ditirukan Dewi.

"Bayi bisa makan bubur orang dewasa. Orang dewasa tidak bisa makan bubur bayi," ujar sang suami berlogika.

Dewi bersikeras pilih jualan yang lebih spesifik. Bubur dewasa sudah banyak yang jual. Bubur bayi masih jarang. Buktinya Dewi sendiri harus membeli bubur untuk bayinyi dari Rungkut, di Surabaya Timur.

Dewi tinggal di Waru, Surabaya Selatan. Mertuanyi memang orang Tropodo di Waru. Sang mertua pernah punya depot makanan. Dewi sendiri bisa masak. Pernah usaha katering.

Wanita berjilbab ini lebih maju dari bisnis orang Tionghoa. Dewi Andarwati bercanda. Tetapi memang sukses. Punya karyawan 600 orang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News