Bubur Jagung

Oleh: Dahlan Iskan

Bubur Jagung
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Kalau saja harga jagung bisa dipertahankan minimal Rp 4.500/kg petani akan mencapai finish tahun depan. Dulu HPP menanam jagung memang masih sekitar Rp 3.300. Namun, harga pupuk naik terus. Harga Pokok Produksi itu kini sudah sekitar Rp 3.600.

Saya bukan petani jagung. Bukan pula ahli jagung. Bisa jadi hitungan itu tidak persis seperti seorang profesor menghitungnya.

Jagung telah mengubah Dompu. Lalu menjalar ke barat. Ke timur. Ke utara. Hanya ke selatan yang tidak bisa: ditolak Nyai Roro Kidul di lautan Hindia.

Zaman dulu Sumbawa dikenal sebagai produsen kacang hijau. Juga kedelai. Kini, saya lihat, tidak ada lagi yang mau menanam kacang hijau. Semua pindah ke jagung.

"Zaman dulu kami memiliki kebiasaan sarapan bubur kacang hijau di Sumbawa. Kebiasaan itu sudah lama hilang," ujar seorang tokoh Sumbawa yang pindah Surabaya.

Ups... Itu tidak sepenuhnya benar. Masih banyak yang menanam kacang hijau di sana. Khususnya setelah panen raya jagung ini. Namun, wabah jagung memang mengubah Dompu.

Yang terkikis justru tanaman padi. Itu karena hasil jagung bisa tiga kali lipat hasil tanam padi. Berarti terjadi proses meningkatkan pendapatan petani tradisional.

Kalau harga bisa dijaga. (*)

Maka doa pembaca Disway akan dikabulkan: ya Tuhan mohon harga Rp 4.100 itu jangan turun lagi. Masih sekitar 2 juta ton yang harus dipanen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News