Bulog Desa Bikin Bangga

 Bulog Desa Bikin Bangga
Dahlan Iskan.

Ibu juga tidak mampu beli malam, bahan yang kalau dipanaskan mencair, bahan utama batik. Ibu selalu minta sebagian upah dibayar di depan. Untuk beli malam. Dan soga; pewarna utama batik.

Ibu tidak pernah kekurangan order. Sepanjang hari duduk di pembantikan. Saya, yang masih kecil, sering bermain di antara kain yang sedang dibatik.

Kadang, dari balik kain, jari saya mengikuti garis yang baru dilewati canting berisi malam cair. Ibu pernah bilang, sering juga menyusui saya sambil terus membatik.

Semua yang pernah memesan batik pada ibu sudah meninggal. Kami harus menelusuri lewat keturunan mereka.

Terakhir ibu membatik kira-kira tahun 1962. Sebelum sakit. Perutnya membesar. Berisi air.

Tetangga bilang ibu saya kena santet. Dibawa ke dukun. Opname di rumah dukun. Akhirnya meninggal.

Saya belum mengerti apa-apa. Ternyata, seandainya pengetahuan saya saat itu seperti sekarang sakitnya ibu itu sepele sekali. Apalagi biayanya. Dokter Puskesmas pun bisa mengatasi.

Mengapa ibu tidak punya warisan batik karyanya sendiri? Biar pun selembar? Ibu tiap hari memang mengenakan batik. Tanpa celana dalam.

Petani selalu ingin panennya segera menjadi uang. Tidak bisa menunggu harga baik. Tapi kalau dijual saat harga anjlok hasilnya tidak memadai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News