Bumi Panas

Oleh Dahlan Iskan

Bumi Panas
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Mereka kecewa berat atas hasil KTT G20 di Roma. Yang tidak memutuskan apa-apa di bidang itu. Apalagi, presiden Brasil juga tidak hadir. Tanpa komitmen Tiongkok, Rusia, dan Brasil, apalah arti keputusan itu.

Baca Juga:

Apalagi, negara-negara maju sendiri juga gagal-janji. Tahun 2020, mereka semestinya mengumpulkan dana lingkungan untuk negara berkembang. Yang dijanjikan sampai Rp 1.500 triliun. Atau sekitar itu. Dana tersebut ternyata belum tersedia. Amerika Serikat belum membayar porsinya. Itu karena Presiden Trump memang menarik diri dari kesepakatan Paris. Trump juga terang-terangan mengizinkan penggunaan kembali batu bara di Amerika. Bahkan mendorongnya.

Padahal, dua hal utama itu harus diputuskan:

1) Kapan para pemimpin dunia memutuskan penggunaan batu bara harus diakhiri.

2) Kapan diputuskan, dunia hanya boleh lebih panas 1,5 derajat Celsius dari zaman sebelum ada industri (tahun 1.700).

Keputusannya: saya kira masih akan mengambang.

Di dunia diplomasi internasional, keputusan mengambang itu biasa. Yang penting: dua agenda tersebut masih terus dibicarakan. Itu saja sudah dianggap kemajuan.

Apalagi, setiap negara terlihat terus melangkah maju. Membongkar ratusan PLTU batu bara di Tiongkok itu, misalnya, kemajuan yang sangat besar. Sampai pun Tiongkok kekurangan listrik hari-hari ini.

Meski angkanya berbeda-beda, para ahli hampir sepakat:saat ini panas bumi kita 1,3 derajat lebih panas daripada tahun 1.700.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News