Bung Hatta Sosok Sederhana, Cenderung Ingin Tampil di Belakang Layar
Terkait dengan demokrasi, maka hal pertama yang tidak bisa dilepaskan dari Bung Hatta adalah latar belakang daerah kelahirnnya di Bukittinggi Sumatera Barat. Seperti yang diungkapkan Nurcholis Majid saat menulis tentang Bung Hatta.
Cak Nur menekankan bahwa Demokrasi Bung Hatta tidak bisa dilepaskan dari setting Minangkabau.
“Minangkabau itu kan dikenal dengan pemikirannya yang dinamis, terbuka anti-parokial dan tidak mengenal hirarki sehingga orang bisa berdebat dengan luar biasa,” terang Burhanuddin.
Catatan lain, Hatta lahir dari keluarga cerdik cendikia, religius sekaligus saudagar.
“Hal ini yang membuat seorang Bung Hatta bisa menikmati jenjang pendidikan yang luar biasa di Eropa,” ungkap Burhanuddin.
Saat menempuh pendidikan di Belanda itulah, Bung Hatta mengkritik sebuah sistem demokrasi yang ia anggap sebagai demokrasi rasial.
Sebab menurut Hatta, kehidupan di Belanda sangat demokratis. Namun Belanda sendiri tidak mau menerapkan nilai-nilai ini di daerah jajahannya.
“Jadi, kritik-kritik keras Bung Hatta, justru dia sampaikan saat berada di pusatnya penjajahan,” lanjut Burhanuddin.
Berbeda dengan Soekarno, Bung Hatta lebih banyak dikenal sebagai man of work, orang yang bekerja di belakang layar.
- Kata Anies soal Duetnya dengan Ahok di Pilgub Jakarta
- Hasto Soal PDIP di Dalam atau Luar Pemerintahan Prabowo-Gibran: Dibahas dalam Rakernas
- Pilkada 2024: Anies - Ahok Masuk Bursa Cagub-Cawagub di PDIP
- Respons Hasto PDIP soal Duet Anies - Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2024, Tidak Disangka
- Pilgub DKI: Sri Mulyani, Risma, Andika Perkasa hingga Adi Wijaya Masuk Radar PDIP
- Soal Presidential Club, Djarot PDIP: Prabowo Kurang Pede Mengemban Tanggung Jawab