Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia
Petani milenial, Maya Skolastika Boleng (kiri) merasa terpanggil untuk mendidik petani Indonesia menjadi lebih mandiri. (Foto: Supplied)
Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia Photo: Pandemi COVID-19 menimbulkan ide di benak Ira Hutabarat, yang bekerja sebagai notaris, untuk mengolah hasil kebunnya.
  (Foto: Supplied)

 

Tujuh minggu yang lalu, Ira membuka bisnis jualan sayur 'SayoorNara', setelah selama satu bulan hampir tidak mendapatkan penghasilan dari profesinya sebagai notaris.

Selain itu, bisnis restoran Ira yang baru buka hampir satu tahun juga terpaksa harus tutup karena imbauan untuk mengisolasi diri di rumah.

"Di depan rumah kami persis ada kebun kecil, kami menanam empat komoditas yang waktu itu lagi mau panen … lalu iseng kirim foto ke grup saudara, dan bilang 'lagi panen nih', dan ternyata mereka mau beli," ujarnya.

Akhirnya, bisnis yang semula hanya melibatkan Ira, suaminya, serta seorang petani penggarap kebun, kini menjadi "proyek gotong royong" untuk mengirimkan produk sayuran segar ke kurang lebih 25 rumah di Jakarta.

Walau pendapatannya tidak sebanyak saat ia menjadi notaris, bisnis yang mendorong Ira untuk belajar bertani dan berdagang dari nol paling tidak sudah memenuhi kebutuhan pangan keluarganya.

Butuh Anak Muda untuk Menggebrak Pertanian Indonesia Photo: Selama tujuh minggu, Ira Hutabarat yang tinggal di Lembang berhasil mengembangkan bisnisnya hingga memiliki 20 orang pelanggan di Jakarta.
  (Foto: Supplied)

 

"Kami sudah mulai adjust [beradaptasi]. Jadinya sekarang [penghasilannya] cukup untuk sehari-hari. Kalau istilah saya dan suami, yang penting dapur 'ngebul' dulu. Dan sekarang kami tidak perlu beli sayur," paparnya.

Meski minat bertani semakin menurun, masih ada sebagian generasi milenial di Indonesia yang justru meliriknya

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News