Buya Hamka

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Buya Hamka
Buku 'Ayah' karya Irfan Hamka yang berkisah tentang Buya Hamka. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com

Hal itu menyebabkannya masuk penjara pada zaman pemerintahan Presiden Sukarno. Pada masa Soeharto memimpin Orde Baru Soeharto, Buya Hamka sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan hukum haram bagi muslim yang mengucapkan selamat Natal.

Buya Hamka juga seorang komposer andal. Bagi yang sudah cukup umur pasti mengenal lagu perjuangan ’Panggilan Jihad’ yang dikumandangkan di radio-radio pada 1980-an.

Lagu itu mengajak umat Islam untuk melakukan jihad mempertahankan Islam dari serangan lawan.

Kalau hari ini Buya Hamka masih hidup, lawan-lawan politiknya akan dengan mudah menuduhnya dengan tudingan intoleran dan radikal-radikul. Ketika Buya Hamka masuk penjara pada 1964, tuduhan itu juga yang diarahkan kepadanya.

Namun, mereka yang mencermati karya-karya Buya Hamka akan tahu bahwa dia bukan seorang radikal. Ketika berbicara mengenai akidah atau hablun minallah, Buya Hamka nonkompromistis.

Ketika berbicara mengenai hubungan sosial kemanusiaan atau hablun minannas, Buya Hamka adalah seorang humanis sejati.

Lawan-lawan Buya Hamka pun diam-diam mengagumi dan mencintainya. Bung Karno yang memenjarakan Buya Hamka berpesan agar ketika wafat disalati oleh Buya Hamka.

Ketika Bung Karno wafat, Buya Hamka pun menyalatinya.

Hingga kini Hamka tetap dianggap sebagai tokoh tasawuf modern yang belum ada tandingnya. Dia bukanlah ulama yang mau berkompromi soal akidah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News