Buya Hamka

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Buya Hamka
Buku 'Ayah' karya Irfan Hamka yang berkisah tentang Buya Hamka. Foto/ilustrasi: arsip JPNN.com

Pramoedya Ananta Toer sastrawan garda depan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang berafiliasi dengan PKI Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat tidak menyukai Hamka. Pram secara terbuka menuduh Hamka sebagai plagiator dan karya-karyanya tidak orisinal.

Sebuah kisah menyebutkan bahwa ketika anak perempuan Pram akan menikah dengan seorang pria muslim, ia memerintahkan anaknya untuk sowan kepada Buya Hamka dan bertanya mengenai agama Islam.

Karya masterpiece utama Buya Hamka ialah ‘Tafsir Al-Azhar’ yang diselesaikannya ketika berada di penjara selama hampir 2,5 tahun.

Memang tokoh-tokoh besar dunia menjadi makin besar setelah berada di penjara. Nelson Mandela menjadi pahlawan Afrika Selatan yang menghancurkan apartheid setelah dipenjara selama 27 tahun.

Sukarno, Hatta, Syahrir, dan para pendiri bangsa semua pernah masuk ke penjara kolonial. Mereka tidak patah, tetapi malah lebih tegar.

Tafsir Al-Azhar mengantarkan Hamka menjadi profesor kehormatan Universitas Al-Azhar, Mesir. Orang yang membaca tafsir itu akan merasakan kecintaan Hamka kepada umat Islam.

Pengetahuannya yang luas dan mendalam dituangkannya dalam bahasa sederhana yang indah.

Karya besar lain dari Hamka adalah ‘Tasawuf Modern’ yang merupakan kumpulan tulisannya di Majalah Panji Masyarakat tempatnya menjadi editor. Rubrik itu membahas masalah-masalah keagamaan keseharian praktis bagi umat muslim modern.

Hingga kini Hamka tetap dianggap sebagai tokoh tasawuf modern yang belum ada tandingnya. Dia bukanlah ulama yang mau berkompromi soal akidah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News