Calon Panglima TNI Bukan Dipilih Publik, Kenapa Ada Survei?

Calon Panglima TNI Bukan Dipilih Publik, Kenapa Ada Survei?
Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.Foto: Aristo Setiawan/jpnn.com

Mekanisme sirkulasi elite TNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI disebutkan, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap matra angkatan.

"Karena itu, panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Kali ini sesungguhnya hak Kepala Staf Angkatan Laut," katanya.

Ubedilah menilai survei Setara Institute telah menurunkan kredibilitas lembaga tersebut.

Sebelumnya, hasil survei SETARA Institute menyimpulkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono unggul jadi kandidat panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Hasil survei disebut berdasarkan penilaian sejumlah ahli.

"Secara umum Andika Perkasa mengungguli calon lainnya untuk empat dimensi, (yaitu) integritas, akseptabilitas (penerimaan), kapabilitas, dan responsivitas, sedangkan Yudo Margono unggul pada dimensi kontinuitas (keberlanjutan)."

"Namun, perbedaan skor pada masing-masing kandidat tidak signifikan," kata peneliti hukum dan hak asasi manusia Setara Institute Ikhsan Yosari saat peluncuran hasil survei secara virtual.

Dimensi dan skor itu merujuk pada indikator penilaian yang digunakan oleh Setara Institute saat menggelar survei persepsi para ahli.

Pengamat politik Ubedilah Badrun menyebut calon panglima TNI bukan dipilih oleh publik, kenapa ada surveinya?

Sumber ANTARA

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News