Capres Jangan Asal Sebut Data, Dampaknya Sangat Merugikan

Capres Jangan Asal Sebut Data, Dampaknya Sangat Merugikan
Jokowi, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno di panggung Debat Capres - Cawapres, Kamis (17/1) malam. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) Hafidz Abbas mengingatkan dua pasangan calon presiden yang berlaga di Pilpres 2019, berhati-hati menyampaikan data ke publik. Jika salah, dapat menyesatkan pemahaman masyarakat dan dapat disebut berbohong.

Hafidz mencontohkan dalam debat putaran kedua calon presiden yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2) kemarin, Joko Widodo banyak menyampaikan data tentang keberhasilan pemerintah. Namun sejumlah pihak mempertanyakan akurasi data tersebut.

"Ada informasi menteri pertanian bilang berlebih jutaan ton beras, tapi malah dibantah wakil presiden. Kemudian pembangunan infrastruktur kurang, tapi Pak JK (Jusuf Kalla) bilang beda. Karena itu buat internal (dua paslon) cross check saja, hati-hati bohong sebab mudah di-cross check sekarang," ujar Hafidz pada diskusi publik Topic of The Week 'Rezim Jokowi Menebar Hoaks dan Kebohongan?' yang digelar Sekretaris Nasional Prabowo-Sandi di Jakarta, Selasa (26/2).

Hafidz kemudian menceritakan pengalamannya saat masih menjadi anggota Komnas HAM periode 2012-2017. Menurutnya, lembaga tersebut menerima sekitar 20-30 pengaduan dari masyarakat setiap hari.

Hal itu menunjukkan bahwa masih banyak persoalan yang terjadi di tengah bangsa ini yang perlu diperbaiki calon pemimpin ke depan. Pemerintah tidak bisa menutup mata, dengan hanya berbicara keberhasilan yang telah dicapai.

"Waktu kami di Komnas HAM saya bisa merasakan jeritan rakyat terhadap masalah yang mereka hadapi. Saya lihat ada pattern bahwa ada seakan-akan upaya penyembunyian kebenaran. Ada ratusan ribu kasus, ada oknum polisi, perusahaan dan pemda. Tiga aktor ini yang dirasakan oleh masyarakat dan harusnya dibongkar kenapa mereka bisa tidak adil kepada masyarakat," ucapnya.

Menurut Hafidz, masyarakat umumnya mengadu ke Komnas HAM karena kehilangan kesejahteraan, keadilan dan hilangnya rasa aman.

"Jadi, 98 persen itu yang dirasakan masyarakat. Ini tugas besar. Pada 2018 lalu saya cek lagi di Komnas HAM, saya lihat keluhan ke polisi hanya turun ke angka 31persen dari 35 persen. Sementara yang lain tidak berubah. Ini bencana kemanusiaan paling rawan," katanya.

Joko Widodo banyak menyampaikan data tentang keberhasilan pemerintah, namun datanya banyak dipertanyakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News