Catatan Ketua MPR RI: Salah Kelola SDA di Masa Lalu Jangan Berulang

Oleh: Bambang Soesatyo

Catatan Ketua MPR RI: Salah Kelola SDA di Masa Lalu Jangan Berulang
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI

AS berambisi mewujudkan listrik bersih, pembangkit energi bersih seperti tenaga angin dan surya, hingga penyimpanan energi dengan baterai canggih.

Komitmen komunitas global menghadirkan energi bersih itulah yang membuat komoditas seperti nikel dan bauksit menjadi sangat strategis.

Di perut bumi Indonesia, dua komoditas strategis ini tersedia dalam jumlah memadai sehingga membuat posisi tawar Indonesia menguat.

Setelah diolah, bijih nikel bisa menghadirkan sejumlah produk turunan yang nilai tambahnya berkali-kali lipat.

Bijih nikel kadar rendah dimanfaatkan untuk membuat baterai penggerak kendaraan listrik.

Cadangan nikel di perut bumi Indonesia mencapai 72 juta ton Ni (nikel).

Jumlah ini mencakup 52 persen dari total cadangan nikel dunia yang volumenya mencapai 139,42 juta ton Ni.

Sudah muncul perkiraan bahwa kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik dan power bank skala besar atau Energy Storage System (ESS) pada 2025 mencapai 372 ribu ton, dan naik lagi menjadi 795 ribu ton pada 2030.

Sedangkan bijih bauksit bisa diolah menjadi alumina untuk membuat logam aluminium yang pemanfaatannya sangat beragam, seperti komponen atau bahan baku bangunan dan konstruksi, ragam komponen mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan dan barang tahan lama lainnya.

Kementerian ESDM mencatat, jumlah sumber daya bijih terukur bauksit di Indonesia mencapai 1,7 miliar ton, dan logam bauksit 640 juta ton.

Cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton, dan logam bauksit 299 juta ton.

Masuk akal jika Indonesia terdorong memiliki strategi dan pembaruan kebijakan untuk merespons kebutuhan dan besarnya permintaan pasar itu.

Di masa lalu, Indonesia pernah keliru atau melakukan kesalahan dalam mengolah komoditas SDA, khususnya minyak mentah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News