Catatan untuk Pemerintah: Stimulus Fiskal Belum Cukup Mendorong Pengembangan Green Economy
Meski demikian, masih membutuhkan waktu yang lama untuk mewujudkan green economy tersebut.
"Green economi bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan akan tetapi juga harus inklusif secara sosial," kata Nurul.
Menurutnya, perubahan dari praktik konvensional ke praktik green economy butuh waktu tergantung kesiapan sumber daya manusianya, infrastruktur pendukung, dan sebagainya.
Dia mengatakan stimulus fiskal untuk green project masih sangat kurang. Memang, fondasi pelaksanaan ekonomi hijau sudah ada, dan program penanganan perubahan iklim juga sudah dimasukkan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024.
Akan tetapi, perlu didukung juga reformasi kebijakan fiskal yang lebih adil dan berpijak ke implementasi green economy.
"Misalnya untuk revitalasi pertanian atau perkebunan, jangan hanya sawit karena banyak jenis tanaman yang perlu diremajakan. Kalau digabung volumenya lebih besar dari hanya sawit saja (kopi, kakao, karet dan kelapa kalau digabung sekitar 90,000 hektar)," ujar Nurul.
Dengan adanya reformasi fiskal atau ekspansi fiskal, Indonesia bisa mendapat dana dari sumber baru untuk membantu pembiayaan peremajaan semua tanaman perkebunan yang punya nilai komoditas tinggi.
Nurul mengakui, untuk membuat kebijakan yang tepat sasaran baik dari sisi pertumbuhan ekonomi, lingkungan dan inklusifitas tak semudah membalikkan telapak tangan.
Paket stimulus seperti kebijakan fiskal belum cukup mendorong pengembangan proyek-proyek green economy.
- Indonesia Re Gelar Kompetisi Futsal Antar-BUMN, Total Hadiah Puluhan Juta Rupiah
- Anak Usaha SIG Raih BUMN Entrepreneurial Marketing Awards 2024
- Jakarta Marketing Week 2024: Direktur BRI-MI Terima Penghargaan DEWI BUMN 2024
- Perhutani Raih 2 Penghargaan di Ajang BUMN Entrepreneurial Marketing Award 2024
- AP II & BSI Belajar ke Pelindo soal Pengelolaan Desa Wisata Penglipuran
- Dirut Pertamina Beberkan Strategi Jaga Ketahanan Energi dan Kelestarian Lingkungan