Chandra Khawatir RKUHP Menjadi Alat Represi

Chandra Khawatir RKUHP Menjadi Alat Represi
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti rencana pemerintah dan DPR kembali membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang hampir tiga tahun mandek.

Dalam pendapat hukumnya, LBH Pelita Umat, Chandra mendesak pemerintah agar tidak memuat sejumlah norma di RKUHP yang bisa dijadikan alat represi terhadap rakyat.

Norma-norma itu meliputi pasal penghinaan presiden, penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, Penghasutan melawan penguasa umum dan kriminalisasi demonstrasi.

"Norma-norma tersebut berpotensi mengancam hak sipil dan menjadi alat represi terhadap rakyat," kata Chandra kepada JPNN.com, Minggu (3/7).

Chandra menilai dalam konteks kebebasan sipil, jika di dalam RKUHP terdapat norma-norma tersebut, terlebih lagi penetapannya menggunakan delik formal, maka akan makin banyak masyarakat yang dipenjarakan.

Terutama, kata dia, masyarakat yang bersikap kritis terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.

"Hal itu dikhawatirkan dapat membuat pemerintah cenderung otoriter dan tidak peduli dengan rakyat," ujarnya.

Oleh karena itu, LBH Pelita Umat mendesak pemerintah untuk memublikasikan draf RKUHP yang terbaru setelah draf September 2019.

Chandra Purna Irawan meminta pemerintah tidak memasukkan norma penghinaan terhadap presiden ke dalam RKUHP, karena berpotensi menjadi alat represi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News