Christina Avanti, Peneliti Hormon Cinta yang Mendunia

Larutan Oksitoksin Bisa Selamatkan Nyawa Ibu

Christina Avanti, Peneliti Hormon Cinta yang Mendunia
Christina Avanti. Foto: Dimas Alif/Jawa Pos

Tina pun membuat oksitoksin dalam freezed dry. Bentuknya mirip serbuk dan daya tahannya bisa mencapai tiga tahun pada suhu 30 derajat Celsius. Untuk injeksi, diperlukan satu cairan steril, kemudian disuntikkan kepada perempuan yang membutuhkan.  

Sayangnya, hormon tersebut sangat mahal. Sebab, prosesnya memerlukan biaya dobel untuk transportasi maupun produksi.

”Harganya memang menjadi dua kali lipat. Tapi, saya tidak menghitung harganya karena itu sudah urusan industri,” tuturnya.

Usaha Tina pun tidak berhenti sampai di situ. Ibu satu anak itu pantang menyerah untuk mencari jalan lain. Dia kemudian membuat oksitoksin dalam bentuk larutan. Harga produksinya terbilang murah, yaitu 70 sen euro atau sekitar Rp 12 ribu.

Larutan itu dapat bertahan dalam suhu 30 derajat Celsius hingga setahun. Nah, dari hasil penelitian tersebut, Tina berupaya mematenkannya di Belanda, kemudian berlanjut ke negara-negara lainnya.

”Setiap negara punya aturan sendiri-sendiri dan paten ini memakan waktu sekitar 18 bulan,” kata Tina. Paten yang diberi nama Peptide Formulations and Uses Thereof itu keluar pada 2010.

Untuk menyelamatkan nyawa kaum hawa, world patent itu dia berikan gratis. Dia menawarkan kepada industri yang bersedia menyumbangkan secara cuma-cuma kepada 20 negara miskin di dunia.

”Terserah industri mana saja. Yang jelas, paling banyak daerah Afrika yang membutuhkan,” tambah perempuan berusia 46 tahun itu.

DEMI menyelamatkan nyawa para ibu, Christina Avanti meneliti hormon oksitoksin atau yang biasa disebut hormon cinta. Risetnya mendapatkan paten dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News