Dakwaan Jaksa KPK Dianggap Ketinggalan Jaman

Dakwaan Jaksa KPK Dianggap Ketinggalan Jaman
Dakwaan Jaksa KPK Dianggap Ketinggalan Jaman
JAKARTA - Persidangan perkara korupsi dana APBD Natuna dengan terdakwa mantan Bupati Natuna Hamid Rizal dan Bupati Natuna nonaktif, Daeng Rusnadi kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Senin (1/2). Dalam persidangan lanjutan itu, Daeng kembali mengajukan lima saksi.

Empat saksi yang dihadirkan merupakan ahli. Sedangkan satu saksi merupakan saksi a de charge (meringankan). Dari jajaran ahli yang diajukan tim kuasa hukum Daeng terdapat nama guru besar ilmu hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Bambang Purnomo, guru besar ilmu politik UGM, Miftah Thoha, ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis, serta mantan pegawai pada Direktorat Jendral Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Depdagri, Syahrial Mahmud. Sedangkan satu saksi a de charge adalah Marwah Daud Ibrahim.

Pada persidangan itu, Bambang Purnomo menilai surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak sesuai lagi dengan ilmu pengetahuan yang didalaminya. "Dakwaan JPU tidak salah, tetapi tidak sesuai ilmu pengetahuan yang berkembang. Bentuk dakwaan yang di-junctokan itu adalah pola lama, karena itu ilmu  pengetahuan tahun 1923 dan tahun 1942," ujar Bambang.

Dibeberkannya, korupsi termasuk lex specialis yang diatur dengan UU 20 Tahun 2002 sehingga tidak perlu lagi menggunakan KUHP atau KUHAP. "Kalau mau di-junctokan, ya berarti pakai dua jaksa, yakni dari Jampidum dan Jampidsus," ulasnya.

JAKARTA - Persidangan perkara korupsi dana APBD Natuna dengan terdakwa mantan Bupati Natuna Hamid Rizal dan Bupati Natuna nonaktif, Daeng Rusnadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News