Demokrasi Indonesia Makin Mundur, Puncaknya Ada Putusan MK, Gibran bin Jokowi Cawapres 

Demokrasi Indonesia Makin Mundur, Puncaknya Ada Putusan MK, Gibran bin Jokowi Cawapres 
Gibran Rakabuming Raka. Foto: M. Fathra Nazrul Islam/JPNN

Putusan MK bernomor 90/PUU-XXI/2023 menyebut syarat capres-cawapres tetap 40 tahun dengan menambahkan frasa bisa di bawah usia itu asalkan pernah menjadi kepala daerah yang dipilih secara langsung.

"Hanya Gibran, lah, yang secara faktual dapat memanfaatkan golden ticket itu. Artinya, secara politik, putusan itu ditujukan untuk kepentingan politik putra Presiden sendiri yakni Gibran Rakabuming Raka agar lolos menjadi bakal cawapres," kata mereka.

Koalisi sipil menilai putusan yang bernuansa politik dimungkinkan terjadi karena Ketua MK Anwar Usman berstatus paman dari Gibran. 

Koalisi menduga masuk unsur intervensi dan manipulasi kekuasaan saat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dibacakan.

"Kami memandang, apa yang terjadi di MK dalam putusan perkara nomor 90 tersebut, merupakan bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme yang terang benderang terjadi," kata mereka.

Koalisi mengatakan praktik dalam putusan bernomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan semangat reformasi yang memandatkan pentingnya menolak segala bentuk nepotisme.

"Praktik nepotisme antara penguasa dan MK ini merupakan bentuk perusakan pada demokrasi dan hukum di Indonesia yang tidak bisa dibiarkan," kata mereka.

Koalisi kemudian menilai Presiden Jokowi jelang masa berakhir jabatan malah mempertontonkan diri sebagai perusak demokrasi dengan membangun politik dinasti.

Koalisi masyarakat sipil menganggap demokrasi Indonesia makin mundur dengan adanya putusan MK yang bikin Gibran bin Jokowi melenggang jadi cawapres.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News