Dendam Ilmiah

Dendam Ilmiah
Ilustrasi foto banjir di Jakarta. Foto: Disway

Curah hujan pun tumpah di saat orang asyik bertutup tahun. Namun, apa yang terjadi seandainya lembaga peramal cuaca turun tangan?

Baca Juga:

Dengan memberi warning habis-habisan bakal turun hujan yang berlebihan? Bahkan yang terbesar dalam 100 tahun?

Jangan-jangan kita juga tidak peduli. Kita bukanlah ilmu. Ilmu bukanlah kita.

Filsafat negara kita tidak menempatkan ilmu sebagai salah satu silanya.

Tidak usah gundah. Filsafat komunis juga tidak menempatkan ilmu dalam doktrinnya.

Setidaknya dulu. Ketika komunis dilahirkan. Ketika komunisme masih asli. Masih hanya menjadi alat perjuangan kaum buruh. Untuk melawan kapitalis.

Akan tetapi, ketika komunis masuk ke Tiongkok harus realistis. Tidak banyak buruh di sana. Yang banyak adalah petani miskin.

Maka komunisme pun berubah. Menjadi alat perjuangan tani. Dari komunis satu kaki (buruh) menjadi komunis dua kaki, buruh dan tani.

Banjir sudah berlalu, mestinya. Yang belum adalah sentimen-sentimennya. Setiap kali ada masalah di Jakarta, gema pilpres mendengung lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News