Desa Sigarang-Garang Tak Lagi Garang

Desa Sigarang-Garang Tak Lagi Garang
Kondisi Desa Sigarang-garang, Kabupaten Karo, Sumut. Foto: Andri Ginting/ Sumut Pos/JPNN.com

Ia pun juga hendak membawa sejumlah pakaian yang masih tersimpan di lemari kamarnya untuk dirinya kelak dipakai selama di pengungsian yang telah menjadi 'rumah barunya' selama beberapa bulan ini.

Perjalanan ke rumahnya pun tidak bisa dilaluinya dengan mudah. Lumpur vulkanis setebal 20 cm telah menutupi kawasan di sana.

Dengan menumpangi angkutan umum RIO, dirinya duduk di pojokan dengan wajah sendu menatap ruas jalan yang penuh lumpur sambil sesekali menghela nafasnya dengan rasa takut karena berada di dalam angkutan tersebut.

Angkutan yang ditumpanginya sulit untuk melintasi jalan tanjakan yang penuh lumpur, namun sang supir terus berusaha menempelkan kakinya di pedal gas untuk berusaha tetap dapat melintas.

Usaha sang supir banyak yang sia-sia. Ban mobilnya berputar terus, namun mobil tidak mau bergeser, hanya berdecit keras sambil meliuk ke kiri dan ke kanan saja tanpa melaju.

Sepulangnya ia dari rumahnya sambil memeluk erat ijazah anaknya, Boru Karo mengkisahkan pada Sumut Pos dengan terbata-bata tentang kondisi terkini tempat tinggalnya.

"Ambruk sudah rumahku dihantam debu Sinabung," paparnya terharu. Ia juga menambahkan banyak rumah dan bangunan lainnya yang mengalami nasib serupa dengan rumah miliknya itu.

"Bukan rumahku saja yang hanssur, ladangku juga. Gara-gara Gunung Sinabung meletus aku tidak bisa panen kol dan kentang lagi. Acemmana ini!"

WAJAH Boru Karo (52), terus-terusan terlihat gusar manakala dirinya dalam perjalanan kembali ke rumahnya di Desa Sigarang-garang, Kabupaten Karo.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News