Didampingi Yusril, Richard Ajukan PK ke Mahkamah Agung

Didampingi Yusril, Richard Ajukan PK ke Mahkamah Agung
Yusril Ihza Mahendra. Foto: Ricardo/JPNN.com

Yusril memastikan Novum yang diajukan sebagai landasan permohonan PK ini tidak pernah dihadirkan didalam persidangan Richard sebelumnya. Termasuk dalam sidang Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

"Sekarang kita menemukan novum baru, ternyata surat palsu itu bukan surat yang pernah dibuat oleh pak Richard. Surat palsu itu surat yang dijadikan bukti di persidangan hanyalah fotocopy, dan fotocopynya oleh hakim diminta dibawa aslinya tapi asli yang dibawa dengan yang difotocopy itu tidak identik. Materainya berbeda, tandatangannya berbeda. Dan setelah dilakukan pengujian kriminologi di Pusbalfor Polri, Polda Metro Jaya, lab Forensik mengatakan tandatangan Pak Richard nonidentik dengan yang dijadikan barang bukti fotocopy sebelumnya. Begitu juga dengan materai itu copy tahun 2013 sementara yang dianggap asli materainya tahun 2014," ungkap Yusril.

Menurut Yusril, hasil uji labfor tersebut merupakan bukti yang sangat penting. Yusril heran bukti yang diklaim sahih oleh jaksa dalam sidang sebelumnya justru membuat Richard dihukum bersalah. Padahal, hasil uji labfor menyatakan ada dugaan manipulasi atas bukti tersebut.

"Karena bukti tersebut membuat pak Richard di pidana selama 3 tahun dan jika ini sebagai suatu novum yang kami ajukan, dan penyidik yang dihadirkan tadi membenarkan hasil lab forensik itu adalah asli dan tetap dibuat oleh Polda dan dijadikan bukti. Kenyataannya bukti tersebut tidak pernah dihadirkan dipersidangan. Jadi bukti itu benar-benar Novum, bukti baru yang belum pernah dihadirkan di persidangan. Jika bukti itu ada, pak Richard tentu tidak akan dihukum," ujar Yusril.

"Bahwa unsur membuat dan menggunakan surat palsu sebagaimana dalam unsur dalam Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP telah terbantahkan dan tidak terpenuhi berdasarkan adanya Novum tersebut," ditambahkan Yusril.

Selanjutnya, sambung Yusril, fakta kebenaran tersebut diperkuat dengan adanya putusan MA Nomor: 3351 K/Pdt/2018 tanggal 17 Desember 2018 Jo. putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 120/Pdt/2018/PT.DKI tanggal 15 Mei 2018 Jo. pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 426/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel tanggal 13 Juli 2017.

"Selain itu juga ada putusan MA soal perdata, justru antara Pak Richard dengan para pelapor perkara pidana ini karena dianggap merugikan orang lain itu merugikan mereka. Karena peralihan hal atas tanah. Tetapi putusan perdata sepenuhnya tanah itu adalah atas nama pak Richard. Jadi sebenarnya tidak ada peralihan ke siapapun. Jadi merugikan orang lain itu tidak ada. Dengan adanya putusan MA Nomor: 3351 K/Pdt/2018 tanggal 17 Desember 2018 Jo. putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 120/Pdt/2018/PT.DKI tanggal 15 Mei 2018 Jo. pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 426/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel tanggal 13 Juli 2017 yang pada intinya menegaskan bahwa peralihan tanah yang pernah terjadi menjadi batal, sehingga harus dianggap sejak semula tanah tersebut adalah tetap milik Pak Richard, sehingga logika hukumnya untuk apa Pak Richard membuat "Surat Pernyataan" yang kemudian dilaporkan sebagai surat palsu sehingga menjerat Pak Richard," papar Yusril.

Hal tak jauh berbeda disampaikan Richard. Dia berharap majelis hakim bisa bersikap adil.

Kasus yang ditangani Yusril Ihza Mahendra ini awalnya merupakan perkara perdata yang telah dimenangkan Christoforus Richard? ditingkat kasasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News