Digoel

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Digoel
Menteri Sosial Tri Rismaharini. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sudah lama Belanda mengincar Hatta. Gerak-geriknya bikin waswas penguasa.

Belanda mulai mengawasinya sejak dia masih bersekolah di Belanda dan memimpin organisasi Perhimpunan Indonesia.

Puncaknya, Hatta ditangkap di Batavia (Jakarta) pada Februari 1934 karena aktivitasnya di Partai Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian atau pada 28 Januari 1935, Hatta dibuang ke Tanah Merah, Digoel Papua. Pengasingan bagi orang-orang kepala batu dan pemberontak.

Di sana, Hatta masuk kelompok naturalis atau golongan yang enggan berkolaborasi dengan penguasa.

Belanda membagi orang buangan menjadi dua kelompok, yaitu kolaborator (werkwillig) yang mau bekerja sama dan mereka yang disebut sebagai kepala batu.

Hatta dirayu dengan pilihan. Pejabat Belanda memintanya masuk golongan werkwillig, dengan iming-iming mendapat ransum berupa beras, kacang hijau, teh, minyak kelapa, dan kebutuhan pokok lainnya.

Golongan ini diberi upah 40 sen sehari dan dijanjikan akan dikembalikan ke tempat asalnya.

Adapun kelompok naturalis hanya dapat ransum saja. Mereka juga harus melakukan pekerjaan kasar, seperti mencangkul, menggali selokan, dan pekerjaan kuli lain. Para naturalis atau non-kooperator ini diancam akan dibiarkan hidup selamanya di tanah Digoel.

Risma perlu mendengar nasihat ini supaya hatinya lebih lembut dan lebih paham kemanusiaan dan sejarah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News