Dikira Pelihara Tuyul karena Pekerjaan Tak Jelas

Dikira Pelihara Tuyul karena Pekerjaan Tak Jelas
DI RUMAH: Arfi’an Fuadi (kiri) dan M. Arie Kurniawan di markas D-Tech Engineering, Salatiga. Kakak beradik ini menggarap proyek dari berbagai negara. Foto: M. Salsabyl Adn

Sebelum menjadi profesional di bidang desain teknik, dua putra keluarga A. Sya’roni itu ternyata harus banting tulang bekerja serabutan membantu ekonomi keluarga. Arfi yang lulusan SMK Negeri 7 Semarang pada 2005 pernah bekerja sebagai tukang cetak foto, di bengkel sepeda motor, sampai jualan susu keliling kampung.

Sang adik juga tak jauh berbeda, jadi tukang menurunkan pasir dari truk sampai tukang cuci motor. ”Kami menyadari, penghasilan orang tua kami pas-pasan. Mau tidak mau kami harus bekerja apa saja asal halal,” tutur Arfi.

Baru pada 2009 Arfi bisa menyalurkan bakat dan minatnya di bidang program komputer. Pada 9 Desember tahun itu dia memberanikan diri mendirikan perusahaan di bidang design engineering. Namanya D-Tech Engineering Salatiga. Saksi bisu pendirian perusahaan tersebut adalah komputer AMD 3000+. Komputer itu dibeli dari uang urunan keluarga dan gaji Arfi saat masih bekerja di PT Pos Indonesia.

”Gaji saya waktu itu sekitar Rp 700 ribu sebagai penjaga malam kantor pos. Lalu ada sisa uang beasiswa adik dan dibantu bapak, jadilah saya bisa membeli komputer ini,” kenangnya.

Setelah berdiskusi dengan sang adik, Arfi pun menetapkan bidang 3D design engineering sebagai fokus garapan mereka. Sebab, dia yakin bidang itu booming dalam beberapa tahun ke depan. ”Kami pun langsung belajar secara otodidak aplikasi CAD, perhitungan material dengan FEA (finite element analysis), dan lain-lain,” jelasnya.

Tak lama kemudian, D-Tech menerima order pertama. Setelah mencari di situs freelance, mereka mendapat pesanan desain jarum untuk alat ukur dari pengusaha Jerman. Si pengusaha bersedia membayar USD 10 per set. Sedangkan Arfi hanya mampu mengerjakan desain tiga set jarum selama dua minggu.

”Kalau sekarang mungkin bisa sepuluh menit jadi. Dulu memang lama karena kalau mau download atau kirim e-mail harus ke warnet dulu. Modem kami dulu hanya punya kecepatan 2 kbps. Hanya bisa untuk lihat e-mail.”

Di luar dugaan, garapan D-Tech menuai apresiasi dari si pemesan. Sampai-sampai si pemesan bersedia menambah USD 5 dari kesepakatan harga awal. ”Kami sangat senang mendapat apresiasi seperti itu. Dan itulah yang memotivasi kami untuk terus maju dan berkembang,” tegas Arfi.

SUASANA ruang tamu di rumah Arfi’an Fuadi, 28, di Jalan Canden, Salatiga, Jawa Tengah, masih dipenuhi nuansa Idul Fitri. Jajanan Lebaran seperti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News