Ditawari Banyak Fasilitas Australia, Bertekad sampai Mati Tetap Warga Indonesia

Ditawari Banyak Fasilitas Australia, Bertekad sampai Mati Tetap Warga Indonesia
LEGENDA RADIO AUSTRALIA: Nuim Khaiyath (kiri) menyambut hangat Jawa Pos di studio Radio Australia di Melbourne pekan lalu. -JAWA POS PHOTO-
Semua julukan tersebut tentu dilalui Nuim dengan proses yang tidak mudah. Dia menceritakan, takdir yang membuat dirinya banyak berkarir di mancanegara itu diawali ketika mulai muncul rasa penasaran yang besar terhadap kampung halaman ayahnya di Timur Tengah.

 

Nuim lahir di Medan, tepatnya di tepi Sungai Deli, 74 tahun silam. Dia sejak masih muda terjun ke dunia jurnalistik. Belum selesai kuliah di Fakultas Sastra Universitas Islam Sumut (UISU), Nuim bekerja sebagai wakil pemimpin redaksi koran berbahasa Inggris terbitan Medan, The Deli Times.

 

Kesempatan mengunjungi kampung halaman sang ayah datang ketika usia Nuim menjelang 20 tahun. "Saya mendapat kesempatan naik kapal Malaysia bernama Kuala Lumpur ke Arab Saudi. Kapalnya sih besar, tapi mesinnya kecil. Karena itu, berkali-kali berhenti di tengah laut," kenangnya.

 

Setelah perjalanan laut berbulan-bulan, dia akhirnya sampai juga di tujuan. Karena berstatus ilegal, Nuim harus berkali-kali menyamar agar tidak terkena razia. "Saya sering pakai jilbab dan cadar agar tidak ketahuan. Namun, selihai-lihai saya bersembunyi, akhirnya ketahuan dan ketangkap juga," ujarnya.

 

Baik buruk hubungan dua negara tidak hanya ditentukan para politikus. Penyiar seperti Nuim Khaiyath justru mendapat tempat penting dalam hubungan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News