Ditjen Pajak Bisa Hitung Omzet WP yang Tidak Kooperatif

Dia menambahkan, metode penghitungan yang digunakan sebenarnya sudah biasa dilakukan aparat pajak.
”Metode yang ada di PMK itu sudah biasa kami gunakan dan kami mengenalnya sebagai metode tidak langsung karena tidak bersumber dari pembukuan WP,” tutur dia.
Sementara itu, pakar perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, masyarakat tidak perlu resah dengan aturan baru itu.
Sebab, penghitungan yang dilakukan pemeriksa pajak tersebut hanya akan diterapkan bagi WP yang tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
”Dengan kata lain, sepanjang wajib pajak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dan menyerahkan kepada pemeriksa, kewajiban pajaknya tidak akan dihitung dengan cara lain itu,” kata Yustinus.
Meski begitu, direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu juga memberikan catatan terhadap pemerintah.
Yakni, perlu diperjelas pengertian ”tidak sepenuhnya” menyelenggarakan pembukuan seperti termaktub pada pasal satu.
”Supaya tidak ditafsirkan berbeda dan menjadi celah bagi pemeriksa untuk memaksakan penggunaan cara lain padahal pembukuan sebenarnya tersedia,” kata Yustinus.
Ditjen Pajak Kemenkeu bisa menghitung peredaran bruto atau omzet wajib pajak yang dinilai tidak menyuguhkan pembukuan secara benar.
- Ketua Komisi II DPR Sebut Kemandirian Fiskal Banten Tertinggi di Indonesia pada 2024
- Pramono Anung Bakal Kejar Penunggak Pajak Kendaraan Bermotor di Jakarta
- AUKSI Lakukan Serah Terima Kantor Baru di Surabaya, Dorong Peningkatan PNBP
- Penjelasan Dedi Mulyadi Soal Mobil Mewahnya yang Nunggak Pajak Rp70 Juta
- Bukan 10 Persen, Pramono Bakal Terapkan Pajak BBM 5 Persen di Jakarta
- Pramono belum Putuskan Penerapan PPBKB 10 Persen di Jakarta