Ditjen Pajak Bisa Hitung Omzet WP yang Tidak Kooperatif

jpnn.com, JAKARTA - Petugas pajak atau fiskus bisa menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak yang tak kooperatif.
Hal itu tidak lepas dari keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto.
Karena itu, Ditjen Pajak Kemenkeu bisa menghitung peredaran bruto atau omzet wajib pajak yang dinilai tidak menyuguhkan pembukuan secara benar.
Penghitungan omzet tersebut meliputi transaksi tunai dan nontunai, termasuk sumber serta penggunaan dana.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menuturkan, dalam praktiknya, saat petugas pajak melakukan pemeriksaan, ada wajib pajak (WP) yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan.
”Jadi, peredaran brutonya tidak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya,” ujar Yoga, Minggu (4/3).
Yoga melanjutkan, di samping perhitungan terhadap omzet usaha yang didasarkan pada transaksi tunai dan nontunai, juga dilakukan kalkulasi atas biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, proyeksi nilai ekonomi, dan penghitungan rasio.
Beleid tersebut, lanjut Yoga, diharapkan mampu memberikan kepastian hukum bagi WP dalam menjalankan kepatuhan membayar pajak.
Ditjen Pajak Kemenkeu bisa menghitung peredaran bruto atau omzet wajib pajak yang dinilai tidak menyuguhkan pembukuan secara benar.
- Ketua Komisi II DPR Sebut Kemandirian Fiskal Banten Tertinggi di Indonesia pada 2024
- Pramono Anung Bakal Kejar Penunggak Pajak Kendaraan Bermotor di Jakarta
- AUKSI Lakukan Serah Terima Kantor Baru di Surabaya, Dorong Peningkatan PNBP
- Penjelasan Dedi Mulyadi Soal Mobil Mewahnya yang Nunggak Pajak Rp70 Juta
- Bukan 10 Persen, Pramono Bakal Terapkan Pajak BBM 5 Persen di Jakarta
- Pramono belum Putuskan Penerapan PPBKB 10 Persen di Jakarta