Dor, Pancasila

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Dor, Pancasila
Ilustrasi sosok Bung Karno. Foto: Antaranews

Soeharto mengulangi kesalahan Sukarno 30 tahun sebelumnya. Dia menginterpretasikan Pancasila sesuai dengan kepentingan kekuasaannya.

Maka Soeharto merumuskan penghayatan dan pengamalan Pancasila dan mewajibkan semua orang mengikuti tafsirnya terhadap Pancasila.

Soeharto memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal bagi semua organisasi. Bagai api dalam sekam yang akhirnya meledak menjadi kebakaran besar. 

Rakyat yang memendah marah menjungkalkan Soeharto dari kekuasaannya melalui gerakan people power, Reformasi 1998.

Kini, 20 tahun lebih berselang sejak kejatuhan Soeharto, ada kecenderungan sejarah akan terulang.

Ada upaya memonopoli Pancasila dan memaksakan tafsir tunggal terhadapnya. Pemerasan lima sila menjadi satu sila, Ekasila, ’’Keadilan Sosial’’ akan menggeser posisi sila ’’Ketuhanan Yang Maha Esa’’ yang menjadi fondasi dan roh semua sila.

Indonesia bukan negara agama, tetapi agama menjadi roh bagi penyelenggaraan negara. Dengan perubahan itu, Indonesia bergeser ke arah sekularisme.

Masyarakat Indonesia yang sangat bhineka membutuhkan satu fondasi bersama yang bisa menyatukan. Pancasila bisa menjadi pondasi itu. Pancasila adalah common ground, kalimatun sawa’, yang bisa menyatukan kebhinekaan itu.

Pancasila lahir dari perdebatan dan pergulatan pemikiran founding fathers yang berargumentasi secara ilmiah memakai referensi luas dari pemikir-pemikir dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News