DPR: Apa Tidak Mati Konyol?

DPR: Apa Tidak Mati Konyol?
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Komisaris Jenderal Tito Karnavian (tengah) saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (13/4). Rapat tersebut membahas pelaksanaan tupoksi BNPT serta kendala dan hambatan yang dihadapi, optimaliasi program deradikalisasi dan program prioritas dan target kinerja BNPT. FOTO: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Niat pemerintah mengirim pasukan untuk menggempur kelompok Abu Sayyaf di Filipina, dan menyelamatkan 10 WNI yang menjadi sandera dipertanyakan kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian.

Sebab, operasi perburuan terhadap kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah, yang selama ini diklaim pemerintah sudah terdesak, nyatanya tidak pernah dituntaskan.

“Kasus Abu Sayyaf, pemerintah mau kirim pasukan. Menghadapi persoalan yang tidak kita ketahui medannya, lalu dibandingkan dengan Poso saja tak mampu diatasi. Apa tidak mati konyol (pasukan) kita di sana,” kata Anggota Komisi III DPR Adies Kadir.

Hal ini dipertanyakan politikus Golkar saat rapat kerja dengan Kepala BNPT, Rabu (13/4). Adies bertanya apa persoalan Poso sebenarnya, ketika Santoso tak bisa ditangkap. Apakah memang ada pembiaran supaya setiap tahun ada operasi?

Pada sesi tanya jawab, Tito menjelaskan panjang lebar siapa Santoso, yang pernah ditangkap tahun 2005 dalam kasus perampokan. Bagi BNPT, Santoso bukan ideolog tapi sosok yang pemberani dan nekat.

Santoso, lanjut Tito, punya jaringan pendukung. Sehingga, kalaupun dia behasil ditangkap belum berarti masalahnya selesai.

“Jaringan di dalam atau di luar Poso perlu ditangkap. Poso jadi sangat penting karena tempat ini akan jadi cikal bakal mereka karena masyarakat setempat masih ada kemarahan pada pemerintah dan dendam,” kata Tito.

Persoalan lain, tambah mantan Kapolda Metro Jaya, medan di Poso cukup berat dan sangat mendukung gerilya kelompok Santoso.

JAKARTA – Niat pemerintah mengirim pasukan untuk menggempur kelompok Abu Sayyaf di Filipina, dan menyelamatkan 10 WNI yang menjadi sandera

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News