DPR Baru Harus Prioritaskan Reformasi Regulasi

DPR Baru Harus Prioritaskan Reformasi Regulasi
Seminar Nasional sekaligus peluncuran buku berjudul Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia karya Peneliti Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, di Gedung MPR, Jakarta, Senin (1/8).

Menurut Bayu, sampai dengan 3 kali periode DPR (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014) kinerja legislasi DPR bersama dengan presiden masih mengecewakan baik aspek kuantitas maupun kualitas.

"DPR salah memahami bahwa kekuasaannya dalam pembentukan UU adalah tanpa batas sepanjang mendapat persetujuan bersama dengan Presiden (paham kekuasaan belaka). Pembentukan UU juga dimaknai hanya menjadi kepentingan DPR dan Presiden semata," ucapnya.

Sementara itu Pimpinan Tim Kerja Sosialisasi MPR Achmad Basarah menilai proses pembuatan UU terjadi karena pejabat pembuat UU memiliki pemahaman yang rendah terhadap Pancasila. Kata dia, selama periode 2003-2013 Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan 519 perkara pengujian UU. Dimana sebanyak 133 perkara atau sekitar (26 persen) telah dikabulkan MK. "Mayoritas pejabat pembuat UU telah kehilangan pedoman memahami tafsir Pancasila sebagai sumber hukum," kata Basarah.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga menyatakan, para pendiri bangsa telah menetapkan Pancasila sebagai sumber filsafat, dan jiwa negara Indonesia yang merdeka. Karena itulah, lanjut dia, pembentukan UU tidak hanya harus merujuk UUD 1945 sebagai tapi juga Pancasila segala sumber hukum pembentukan undang-undang. (mas/jpnn)

JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mendesak agar anggota DPR periode 2014-2019 memprioritaskan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News