Dua Programer Musik Bandung Mengeruk Untung lewat Software

Tak Sangka Yang Beli Musisi-Musisi Top Dunia

Dua Programer Musik Bandung Mengeruk Untung lewat Software
DUA SEKAWAN: Grahadea Kusuf (kiri) dan Arie Ardiansyah. Foto: Diar Candra/Jawa Pos

Untuk membuat studio rekaman, minimal mereka harus menyiapkan anggaran Rp 500 juta. Padahal, Arie dan Dea hanya punya Rp 50 juta. ’’Kami tidak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu cepat. Maka, ya sudah, kami urungkan cita-cita itu,’’ tambah Arie.

Dia lantas memutuskan untuk mendalami lagi hobinya di bidang programming musik. Tiga tahun sebelum membuka studio, bapak satu anak tersebut memang sering bereksperimen dengan ampli gitar serta komputer.

Arie senang mengeksplorasi suara gitar dan berbagai efek yang diciptakan, lalu mengunggah hasil eksperimen itu ke dunia maya. Berkat ketekunannya mengolah musik sejak 2008, lewat blog aradaz.blogspot.com, pria kelahiran Palembang tersebut lantas dikenal luas oleh kalangan musik dalam dan luar negeri.

Melihat respons positif dan banyaknya komentar yang diterima Arie di blognya, alumnus Ilmu Tanah Universitas Padjadjaran Bandung itu makin termotivasi membuat sebuah software rekaman sendiri. Peranti lunak tersebut digunakan untuk kebutuhan recording, mixing, dan mastering.

’’Saya sih mikirnya bagaimana homerecording bisa jadi tren. Apalagi, industri musik Indonesia mengarah ke sana. Konsep homerecording ini semangatnya tetap indie dan bisa bertahan untuk jangka waktu lama,” tutur Arie.

Setelah dua tahun mengulik ’’mainan’’ barunya itu, akhirnya Arie dan Dea sepakat untuk mengomersialkan software tersebut. Dipilihlah nama ’’Kuassa’’ sebagai label produk mereka. Penambahan satu huruf ’’s’’ dalam ’’Kuassa’’ untuk membedakan dengan brand lain. April 2010 Kuassa meluncurkan software perdana, Amplifikation One.

Software itu menghasilkan suara gitar yang tak fanatik pada satu genre musik saja. Arie menyebut produknya itu sebagai produk all around. Software tersebut dibanderol dengan harga 49,95 USD atau sekitar Rp 609 ribu. Sayang, sambutan pasar tak begitu apik. Arie mencatat hanya tujuh pembeli untuk Amplifikation One. Itu pun dalam jangka waktu cukup lama, April–November.

Tak putus asa, Desember 2010 Kuassa kembali meluncurkan produk kedua yang diberi nama Amplifikation Crème. Peruntukkan software itu masih sama, yakni untuk suara gitar. Namur, di produk tersebut, Arie membuat karakter suara gitar yang lebih metal. Dibanderol lebih murah daripada produk pertama, yakni 34 USD (sekitar Rp 415 ribu), Amplifikation Crème laku keras. Apalagi, oleh situs-situs audio mancanegara seperti KVRaudio.com dan audiofanzine.com, produk kedua Kuassa tersebut diberi rating tinggi.

Butuh dana ratusan juta untuk memiliki sebuah studio rekaman. Dari fakta itulah, dua programer musik asal Bandung sukses mengkreasi software yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News