Duh, Konon Sistem Urut Kacang Polri Rusak di Era Jokowi

Duh, Konon Sistem Urut Kacang Polri Rusak di Era Jokowi
Ketua Presidium IPW Neta S Pane. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW)  Neta S Pane mengingatkan Polri agar tak merusak sistem urut kacang yang berlaku dalam penentuan petinggi Korps Bhayangkara itu selama ini. Sebab, melanggar prinsip urut kacang justru akan merusak konsolidasi internal Polri.

Pernyataan Neta itu sebagai respons tentang kabar yang menyebut Irjen Idham Aziz akan menjadi wakil kepala Polri (Wakapolri) pengganti Komjen Syafruddin. Idham yang saat ini menjadi Kapolda Metro Jaya merupakan lulusan Akpol angkatan 1988.

Sedangkan di Polri masih ada perwira lulusan Akpol 1984, 1985, 1986 dan 1987 yang aktif. “Di atas dia (Idham) masih banyak jenderal bintang tiga yang lebih senior,” ujar Neta dalam keterangan tertulis, Rabu (15/8).

Mantan wartawan itu menambahkan, selama ini pengangkatan Wakapolri selalu diambil dari bintang tiga atau komjen. Penentuannya juga berdasar prinsip urut kacang.

Namun, kata Neta, hal itu tak berlaku di era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, Neta menyebut Jokowi cenderung merusaknya.

Neta lantas mencontohkan mantan ajudan Jokowi yang kini menjadi Kapolda Banten. Padahal di era sebelumnya, semua mantan ajudan diberdayakan di Mabes Polri terlebih dahulu sebelum meyandang pangkat bintang.

“Setelah beberapa bulan, baru dimutasi jadi kapolda,” imbuh Neta.

Contoh lain adalah mantan Kapolresta Solo yang langsung naik pangkat menjadi Wakapolda Jawa Tengah setelah sebelumnya sukses mengamankan pernikahan putri Jokowi, Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengingatkan Polri agar tak merusak sistem urut kacang dalam penentuan petinggi-petingginya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News