Duh..Anak Pelaku Cabul Penuhi Bapas

Duh..Anak Pelaku Cabul Penuhi Bapas
Anak yang jadi pelaku kasus pencabulan di Kalibokor. Foto: dok Radar Surabaya.

SURABAYA – Kasus pencabulan anak bukan baru saja terjadi beberapa pekan terakhir ini. Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Surabaya mencatat kasus sebelumnya sudah banyak terjadi. Hingga kini, jumlah pelaku pencabulan yang ditangani Bapas Surabaya menunjukkan tren naik. Sejak Januari 2015 hingga kemarin (18/5), ada 54 anak yang terlibat tindak pidana cabul dan asusila.

Itu berarti tiap bulan ada tiga anak yang diduga melakukan perbuatan asusila tersebut. Jumlah itu cukup banyak bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, anak-anak yang ditangani bapas melakukan aksi kriminalitas berupa pencurian biasa.

Kasi Bimbingan Klien Anak Bapas Kelas I SurabayaTri Pamoedjo menyatakan, jumlah anak yang terlibat pencabulan sampai hubungan badan meningkat sejak tahun lalu. Dalam kurun waktu dua bulan, bapas pernah menerima 15 anak. Sebagian besar dari mereka terlibat perkara cabul dan asusila.

 "Fenomena sekarang memang seperti itu. Pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak terus meningkat," katanya.

Yang miris, peningkatan bukan hanya dari segi kuantitas. Tetapi, kualitasnya pun mengalami "kemajuan". Misalnya, anak yang awalnya hanya berbuat cabul sekarang sudah berani berhubungan badan. Sampai-sampai, ada yang hamil di luar nikah. Bahkan, kasus pencurian pun ikut naik kelas, bukan lagi perkara pencurian biasa. Tetapi, bocah yang terlibat berani melakukan pencurian dengan aksi kekerasan seperti penjambretan dan perampokan.

Tri mengakui, meski anak yang melakukan pencabulan menunjukkan tren bertambah, jarang di antara mereka yang mengulanginya hingga menjadi residivis. Itu berbeda dengan pelaku pencurian yang mempunyai kecenderungan mengulangi perbuatannya.

Dia juga menjelaskan, sebagian besar klien bapas berasal dari Surabaya. Ada juga yang dari Sidoarjo, Jombang, Mojokerto, dan Gresik. Sebagian dari mereka diajukan ke sidang dan menginap di penjara. Hakim juga sering memvonis hukuman badan hingga usia mereka dewasa.

Dwi Enis Hermawati, Kasubsi Registrasi Bimbingan Klien Anak Bapas Surabaya menjelaskan, tiap bulan selalu ada anak pelaku tindak pidana asusila. Sebagian memang dihukum. Tetapi, ada juga yang tidak dilanjutkan sampai pengadilan alias didiversi (dihentikan).

Divisi Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim Edward Dewaruci pun tidak menampik fenomena banyaknya anak yang terlibat pencabulan akhir-akhir ini. "Memang seperti itu situasinya," tegasnya. Menurut dia, salah satu faktor perbuatan tersebut, lengahnya pengawasan terhadap anak. Kepedulian terhadap mereka kurang.

Orang tua cenderung menganggap anak sudah dewasa sebelum waktunya. Misalnya, anak yang sudah bisa menyetir sepeda motor atau mobil meskipun umurnya masih muda sudah dianggap besar. Bisa mengoperasikan laptop dan memiliki handphone sendiri, anak di bawah umur dibilang pandai.

Sampai-sampai, anak yang umurnya belum genap 18 tahun bisa mengakses situs yang seharusnya tidak mereka buka. "Anak-anak itu diabaikan," jelas Edward. Akhirnya, mereka mencari norma-norma sendiri bersama kelompoknya. (may/c20/oni/flo/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News