Dulu, Gurunya Bung Karno Juga Menyoal Harga Garam

Dulu, Gurunya Bung Karno Juga Menyoal Harga Garam
Petani garam di Madura pada zaman Hindia Belanda. Foto: Dok. Tropenmuseum.

SI terus mendorong perwujudan nyata keputusan itu.

Serangkaian pertemuan kembali digelar. Sebanyak 448 pemilik tambak dari 23 desa dan pekerja yang mengaku mewakili 15.000 suara, berkumpul di Sampang, 5 Desember 1918.

Keesokan harinya, pertemuan sejenis diadakan di Sumenep. Lalu menjalar ke Pamekasan, dua hari kemudian.

Pemerintah Hindia Belanda gerah juga. Mereka menawarkan jalan tengah dengan membentuk komisi bersama melibatkan semua unsur.

Komisi berisi 7 anggota. Terdiri dari 4 orang Belanda, dan 3 orang Bumiputera, termasuk Haji Syadzili. Ketua Komisi dipegang Direktur Jawatan Garam.

Bagi pemerintah, Syadzili merupakan unsur pemilik tanah, sedangkan dua anggota bumiputera lain mewakili pekerja dan dewan.

Tarik ulur perundingan garam di Komisi berlarut-larut. Imbasnya, Syadzili mendapat kritik pedas dari sesama anggota SI Sampang saat kongres tahunan SI, 1919.

Sosrodanukusumo menuduh Syadzili telah gagal membela hak-hak produsen garam.

ASINNYA harga garam sedang jadi buah bibir. Ini bukan perkara baru. Pada zaman kolonial, polemik garam pernah juga jadi isu utama. Tjokroaminoto,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News