Dunia Sastra Berduka: Dua Penulis Legendaris Berpulang di Hari yang Sama

Dunia Sastra Berduka: Dua Penulis Legendaris Berpulang di Hari yang Sama
Umberto Eco. Foto: AFP

jpnn.com - ROMA – Dunia kehilangan dua penulis besarnya Jumat lalu (19/2). Umberto Eco, filsul yang juga penulis sejumlah novel laris asal Italia, mengembuskan napas terakhirnya pada Jumat larut malam. Sebelumnya, Harper Lee, pengarang To Kill a Mockingbird juga tutup usia. 

Kabar duka tentang Eco baru disebarluaskan media Italia kemarin (20/2). Pria kelahiran Kota Alessandria, Piedmont Region, Provinsi Alessandria, itu meninggal dunia dalam usia 84 tahun. ”Umberto Eco wafat di kediamannya pada Jumat malam,” tulis surat kabar La Repubblica dalam edisi onlinenya. Sumber keluarga mengatakan bahwa Eco meninggal akibat kanker yang dia derita. 

”Dunia telah kehilangan salah satu orang terhebatnya dalam sastra kontemporer,” tulis harian Corriere della Sera. Selain tenar sebagai filsul dan sastrawan, penulis novel The Name of the Rose alias Il nome della rosa itu juga dikenal sebagai kritikus sastra dan budaya serta dosen semiotika. Bapak dua anak itu meninggalkan seorang istri, Renate Ramge Eco, yang juga seorang seniman. 

Eco, nama yang melekat pada Umberto sebagai nama keluarga, adalah nama pemberian pejabat kota. Itu karena kakek Eco, pemilik pertama nama Eco, merupakan salah satu pendiri Alessandria dan punya peran penting di sana. Eco sendiri merupakan singkatan dari kata berbahasa Latin Ex Caelis Oblatus. Arti kata tersebut adalah hadiah dari surga. 

Di hari yang sama kabar duka juga berembus dari Negeri Paman Sam. Harper Lee penulis legendaris yang menyentak para pembacanya lewat buku klasik To Kill a Mockingbird meninggal dunia dalam usia 89 tahun. Tidak seperti Eco yang mengidap kanker, perempuan kelahiran Kota Monroeville, Monroe County, Alabama, itu menghadap Sang Khalik dalam tidurnya. 

”Kematiannya sangat mengejutkan kami semua. Dia akan dimakamkan setelah keluarga memberikan penghormatan terakhir yang bersifat pribadi,” kata Tonja Carter, pengacara Lee. Meski karyanya mendunia, Lee dikenal sebagai pribadi yang tertutup dan cenderung pemalu. Semasa hidupnya, dia hampir selalu menolak permintaan wawancara. 

Sampai maut menjemput, Lee masih tetap berstatus lajang. Perempuan yang cerdas mengangkat isu rasial dalam karya sastra terapiknya itu memilih tinggal bersama kakak perempuan, Alice Lee. Pada Juli 2015, dia merilis buku keduanya yang masih tetap sarat isu rasial, bertajuk Go Set a Watchman. Konon, novel kedua itu sebenarnya sudah lebih dulu tercipta sebelum To Kill a Mockingbird. 

Dua novel Lee sama-sama berlatar waktu 1930an. Saat itu, perbedaan warna kulit masih menjadi problema terbesar AS. Nasihat Atticus Finch kepada putrinya, Scout, dalam To Kill a Mockingbird menjadi kalimat paling banyak dikutip. ”Kau tidak pernah bisa benar-benar mengenal seseorang sampai kau memandang segala hal dari sudut pandangnya. Sampai kau meminjam kulitnya dan berjalan-jalan dengan kulit itu.” (Reuters/AFP/hep/dil/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News