Edan... Paksa Imigran Jual Ginjal untuk Obati Anak Perampok

Edan... Paksa Imigran Jual Ginjal untuk Obati Anak Perampok
Edan... Paksa Imigran Jual Ginjal untuk Obati Anak Perampok

jpnn.com - MADRID - Perdagangan gelap organ tubuh masih marak terjadi. Bahkan di negara-negara Eropa yang sering mengklaim beradab. Senin (18/5) pemerintah Spanyol merilis pernyataan bahwa mereka menahan lima orang dengan tudingan membeli ginjal dari imigran miskin di negara itu. Tidak disebutkan waktu dilakukannya penahanan tersebut. Penangkapan itu merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Spanyol, Belgia, dan Jerman.  

Berdasar pernyataan tersebut, praktik perdagangan organ itu cukup bikin miris. Harga yang dipatok untuk ginjal dari imigran tersebut mencapai EUR 6 ribu atau setara dengan Rp 89,6 juta. Orang yang ingin membeli ginjal itu adalah pimpinan kelompok perampok. Dia menginginkan ginjal untuk mengobati anaknya yang menderita gagal ginjal.
  
"Si imigran berusaha berubah pikiran atas kesepakatan ini saat sedang menjalani tes klinis," ungkap kepolisian Spanyol. Para gangster tersebut lantas menculik, memukuli, dan mengancam membunuh si imigran jika kesepakatan tidak dilanjutkan.
  
Pada Januari 2014, kepolisian Spanyol juga menahan warga negara Lebanon. Pria kaya yang telah berusia 62 tahun itu mencoba membeli hati seorang warga Rumania. Keuntungan yang sangat besar membikin bisnis perdagangan organ tersebut kian marak. Total keuntungannya per tahun di seluruh dunia mencapai USD 1,2 miliar (Rp 15,8 triliun).

Salah satu hal yang membuat permintaan organ ilegal tidak pernah sepi adalah rumitnya proses donor organ. Terutama di Eropa. Karena itulah, orang yang memiliki uang lebih memilih untuk membeli secara ilegal.
  
Pada Maret lalu, 14 negara Eropa berkumpul di Spanyol untuk menandatangani kesepakatan internasional pertama yang bertujuan memerangi perdagangan organ secara ilegal. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan pertama di tingkat Eropa dan dunia. (AFP/ray/jpnn)


MADRID - Perdagangan gelap organ tubuh masih marak terjadi. Bahkan di negara-negara Eropa yang sering mengklaim beradab. Senin (18/5) pemerintah


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News