Eka Tjipta

Oleh Dahlan Iskan

Eka Tjipta
Dahlan Iskan.

Tetapi orang yang membuang rongsokan itu pasti perlu minum. Maka Eka mendirikan warung di dekatnya. Memasak kopi. Menyediakan meja kursi. Yang dibawa dari rumahnya.

Ternyata laku. Kopinya selalu habis. Lalu ibunya ia minta bikin ayam rebus. Ayam putih. Disajikan bersama kopi.

Ayam putihnya itu tidak laku. Ia panik. Modal beli ayam itu yang terbesar. Bukan kopi. Justru tidak laku.

Ia kepepet. Nekat. Ia datangi komandan Jepang. Ia minta mencicipinya secara gratis.

“Saya beri sepotong saja. Tidak berani memberi banyak. Takut ayamnya habis tanpa mendapat uang,” guraunya.

Harapannya terkabul. Sang komandan menyukainya. Anak buahnya membeli. Tiap hari ayam putihnya habis.

Tapi tujuannya bukan jualan ayam. Yang utama cari modal. Untuk bisa mengangkut rongsokan-rongsokan yang menggunung itu.

Halaman rumahnya pun penuh rongsokan. Juga tanah kosong di sebelah rumahnya. Besi-besi diluruskan. Seng-seng diratakan.

Eka boleh memanfaatkan kapal tentara. Yang pulang ke Makassar dalam keadaan kosong. Setelah mengirim tentara ke Manado.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News