Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya

Oleh sebab itu, tampaknya menarik untuk menganalisis akar masalah atau modus operandi, dampak, serta langkah-langkah strategis untuk memberantas mafia hukum dan peradilan.
Persoalan Suap Hakim dan Mafia Peradilan
Permasalahan mengenai suap menyuap dalam sistem peradilan bukanlah hal baru karena pasti terkait dengan penanganan perkara dan kewenangannya.
Hal ini bisa teridentifikasi dari beberapa akar permasalahan. Pertama adalah budaya korupsi yang sudah sangat kronis dan sistemik dibarengi dengan lemahnya pengawasan internal dan eksternal.
Kita sering mendengar adanya penanganan terhadap hakim yang bermasalah, tapi tampaknya tidak juga memberikan dampak yang signifikan.
Penanganan permasalahan hakim dan aparat penegak hukum sepertinya hanya “gesture” belaka atau untuk meredam amarah publik.
Yang kedua adalah sistem rekrutmen dan seleksi hakim atau sistem pembunaabn karir yang seringkali tidak transparan dan banyak “titipan”.
Hal ini terasa biasa saja namun berdampak cukup jauh. Koneksi masuknya mafia hukum dan peradilan menjadi langgeng dan banyak yang kemudian tersandera dengan “utang budi” tersebut.
Beberapa waktu lalu kita mendengar kembali Kejaksaan Agung menangkap empat hakim dan dua orang pengacara, serta seorang panitera, terkait kasus ekspor CPO.
- Pimpinan Komisi III Minta Polisi Tindak Perusuh Saat May Day di Semarang
- Minta Kepastian Hukum Bagi Buruh, Sahroni: Upah Dibayarkan, Jangan Ada Ijazah Ditahan
- Kunker ke Kepulauan Riau, BAM DPR Berjanji Serap Aspirasi Warga Rempang
- Penegak Hukum Harus Ungkap Semua Perkara yang Diatur Zarof Ricar
- Ketua Komisi II DPR Sebut Kemandirian Fiskal Banten Tertinggi di Indonesia pada 2024
- 2 Hakim Ini Diperiksa Kejagung terkait Kasus Suap Rp 60 Miliar