Enam Tahun Korban Lumpur Lapindo Hidup dalam Ketidakpastian
Bertahan di Tanggul demi Tuntut Ganti Rugi
Selasa, 29 Mei 2012 – 00:02 WIB
Ulah Sutikno benar-benar sulit ditebak. Suatu ketika dia menari-nari. Eh, pas dikerubuti anak-anak kecil, mendadak pria 52 tahun itu berhenti menari dan berteriak "huaaaa" ke kerumunan anak-anak tadi. Tak pelak, anak-anak itu pun semburat. Ada yang tertawa, ada pula yang langsung mewek.
"Ya, memang seperti itu ulah Mbah Tik," kata Hartoyoso, salah seorang warga, kepada Jawa Pos. Hartoyoso mengungkapkan, perilaku tak normal Sutikno mulai tampak pada 2009. "Stresnya ya gara-gara lumpur Lapindo ini," terang Harto.
Sutikno termasuk warga yang paling getol memperjuangkan hak-haknya. Tanah dan rumahnya di Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo, menjadi korban luberan lumpur Lapindo. Sampai sekarang dia baru menerima kompensasi 20 persen.
Petaka lumpur Lapindo membuat hidup Sutikno merana. Anak-istrinya tidak diketahui keberadaannya. Dia tinggal sendirian di warung yang hanya beralaskan terpal dan gelas-gelas yang diletakkan begitu saja.
Enam pekan sudah sejumlah warga bertahan hidup di tanggul lumpur Lapindo. Mereka adalah warga yang masuk dalam peta terdampak sesuai dengan Perpres
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor