Endri: Pemerintah Perlu Mempertimbangkan Nasib Tenaga Honorer Jauh Sebelum Kebijakan Diberlakukan

Endri: Pemerintah Perlu Mempertimbangkan Nasib Tenaga Honorer Jauh Sebelum Kebijakan Diberlakukan
Pengamat politik dan pemerintahan yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang, Endri Sanopaka. ANTARA/Nikolas Panama

jpnn.com, TANJUNGPINANG - Pengamat politik dan pemerintahan Endri Sanopaka mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan nasib tenaga honorer jauh sebelum penghapusan honorer diberlakukan. 

Dia mengatakan rencana menghapus tenaga honorer itu sebaiknya ditangani secara bijak sehingga dapat meminimalkan dampak negatif. 

Sebab, Endri menilai ada potensi negatif akibat kebijakan penghapusan honorer pada 2023, baik secara politik, sosial, hukum, maupun ekonomi. 

“Sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan nasib tenaga honorer jauh sebelum kebijakan itu diberlakukan," kata Endri di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Senin (20/5). 

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji itu mengatakan penghapusan tenaga honorer yang saat ini hangat dibicarakan publik, berpotensi memberi dampak negatif terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ingin mencalonkan diri kembali pada Pilkada 2024. 

Meski demikian, ribuan tenaga honorer harus memahami bahwa kebijakan penghapusan tenaga honorer di pemerintahan berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Berdasar UU itu, ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Namun, sumber keuangan honor atau gaji tenaga honorer tidak membebani anggaran pusat, melainkan daerah. 

Pemerintah perlu mempertimbangkan nasib tenaga honorer jauh sebelum kebijakan penghapusan honorer diberlakukan. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News