Fabby Tumiwa: Pajak Karbon Berpotensi Menekan Daya Beli Masyarakat

Fabby Tumiwa: Pajak Karbon Berpotensi Menekan Daya Beli Masyarakat
Suasana lalu lintas di kawasan Sudirman, Jakarta. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada tahun 2021 dan 29 persen pada tahun 2030. ANTARA/Dewa Wiguna

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa rencana implementasi pajak karbon berpotensi menekan daya beli masyarakat. 

Selain itu, lanjut Fabby Tumiwa, juga kontrapdouktif dengan upaya mempercepat pemulihan ekonomi karena pungutan atas emisi karbon memiliki efek berganda yang signifikan. 

"Pemulihan ekonomi pascaCovid-19 pasti membutuhkan waktu lama. Kalau ekonomi baru mau pulih, namun pajak karbon ini diberlakukan bisa menjadi penghambat," kata Fabby Tumiwa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/9). 

Dia menjelaskan pajak karbon yang akan dikenakan kepada produsen atau menyasar sisi produksi ini memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur. 

Sejalan dengan itu, lanjut Fabby, maka produsen akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen dengan mengerek harga jual barang. 

Artinya, masyarakat menjadi pihak terakhir yang harus menanggung beban pajak karbon tersebut.

Kebijakan ini juga tidak selaras dengan strategi pemerintah untuk menyehatkan ekonomi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yakni pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

Dia menuturkan jika pajak karbon diterapkan, akselerasi UMKM dikhawatirkan terhambat karena kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap ongkos produksi yang dikeluarkan.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa rencana implementasi pajak karbon berpotensi menekan daya beli masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News