Fabby Tumiwa: Pajak Karbon Berpotensi Menekan Daya Beli Masyarakat
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa rencana implementasi pajak karbon berpotensi menekan daya beli masyarakat.
Selain itu, lanjut Fabby Tumiwa, juga kontrapdouktif dengan upaya mempercepat pemulihan ekonomi karena pungutan atas emisi karbon memiliki efek berganda yang signifikan.
"Pemulihan ekonomi pascaCovid-19 pasti membutuhkan waktu lama. Kalau ekonomi baru mau pulih, namun pajak karbon ini diberlakukan bisa menjadi penghambat," kata Fabby Tumiwa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/9).
Dia menjelaskan pajak karbon yang akan dikenakan kepada produsen atau menyasar sisi produksi ini memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur.
Sejalan dengan itu, lanjut Fabby, maka produsen akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen dengan mengerek harga jual barang.
Artinya, masyarakat menjadi pihak terakhir yang harus menanggung beban pajak karbon tersebut.
Kebijakan ini juga tidak selaras dengan strategi pemerintah untuk menyehatkan ekonomi yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yakni pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Dia menuturkan jika pajak karbon diterapkan, akselerasi UMKM dikhawatirkan terhambat karena kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap ongkos produksi yang dikeluarkan.
Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa rencana implementasi pajak karbon berpotensi menekan daya beli masyarakat.
- TDN Dinilai Sukses Picu Daya Beli Masyarakat
- Dukung Penurunan Emisi Karbon, Pupuk Indonesia Tanam 8.000 Bibit Pohon di 7 Wilayah
- Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25,4 Ribu Ton Setara CO2
- Sukses Tekan Emisi 25,4 Ribu Ton Setara CO2, Ini yang Dilakukan PIS
- PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS
- PIS Sukses Tekan Emisi Karbon 25,4 Ribu Ton Setara CO2