Fadli Zon: Jangan Sampai Negara Agraris Melupakan Petani

Fadli Zon: Jangan Sampai Negara Agraris Melupakan Petani
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon bicara soal penyelesaian honorer K2. Foto: Boy/JPNN.com

Fadli menambahkan sektor pertanian memang membutuhkan perbaikan segera. Sebab, katanya, sudah lama pertumbuhan sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian posisinya selalu di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Kecenderungan tersebut tak berubah di era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan di era Jokowi adalah 3,75 persen (2015), 3,37 persen (2016), 3,87 persen (2017), dan 3,91 persen (2018).

Padahal, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sektor pertanian bisa tumbuh di atas angka empat persen. "Pada 2014, misalnya, angka pertumbuhan sektor pertanian masih 4,24 persen," kata Fadli mencontohkan.

Menurut dia lagi, hal yang sama juga terjadi pada nilai tukar petani (NTP). Pada periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, baru pada 2018 posisi NTP bisa lebih baik dibanding tahun 2014. Artinya, selama tiga tahun berturut-turut, sejak 2015 hingga 2017, posisi NTP lebih buruk dari 2014.

Sebagai catatan, pada 2014 NTP kita 102,03. Namun, sesudahnya secara berturut-turut NTP turun di angka 101,59 (2015), 101,65 (2016), dan 101,27 (2017). Baru pada 2018 angkanya melebihi NTP tahun 2014, yaitu 102,39.

Hal berikutnya yang jadi catatan Fadlu adalah terus melonjaknya impor hasil pertanian. Saat ini nilai impor hasil pertanian jauh lebih besar dibanding ekspor. Impor terus meningkat dalam komoditas-komoditas seperti ikan, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Menurut dia, Indonesia memang masih surplus dalam beberapa jenis komoditas, seperti biji kopi, teh, rempah-rempah, tembakau, biji coklat, dan udang, tetapi, tetap saja ada impor pada komoditas-komoditas tersebut.

"Secara keseluruhan defisit kita dalam hal produk hasil pertanian makin membesar," paparnya.

Kisruh mengenai 20 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang terancam membusuk dan potensial merugikan negara hingga Rp167 miliar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News